Si Penjaga Hutan Merabu Itu Bernama Franly

By Dewi Sulistiawaty - Oktober 11, 2023

 Hutan paru paru dunia

Hutan merupakan paru-paru dunia. Kamu pasti sering mendengar kalimat ini. Lalu apakah kamu mengerti mengapa hutan disebut sebagai paru-paru dunia? Ini karena umumnya hutan memiliki banyak pepohonan atau tanaman yang tentunya akan menjadi penghasil oksigen terbesar yang sangat dibutuhkan bagi keberlangsungan makhluk hidup. Selain itu, tanaman-tanaman ini juga berfungsi sebagai penyerap emisi karbon, dan membersihkan udara di sekitarnya.

Jadi karena cara kerjanya yang seperti paru-paru, makanya hutan pun dijuluki sebagai paru-paru dunia. Walaupun sebenarnya cara kerjanya kebalikan dari paru-paru manusia, karena kita sendiri menghirup oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Sementara hutan (tanaman) menyerap karbondioksida dan mengeluarkan oksigen.

Selain itu hutan juga menjadi rumah atau tempat tinggal bagi beragam tumbuhan dan juga satwa liar. Di hutan hujan tropis bahkan terdapat ratusan ribu spesies hewan dan tumbuhan. Ini karena iklim di hutan hujan tropis yang mendukung bagi tanaman dan satwa liar ini untuk berkembangbiak, seperti tanahnya yang subur, sinar matahari dan air yang melimpah, serta tersedianya berbagai sumber makanan. Struktur pepohonan yang berbentuk seperti kanopi pun menjadi tempat berlindung, bersembunyi, dan berinteraksi bagi beberapa satwa liar yang hidup di hutan.

Satwa dan keberagaman hayati yag hidup di hutan
Beragam tumbuhan dan juga satwa liar yang hidup di hutan hujan tropis

Makanya penting bagi kita untuk menjaga hutan agar tetap lestari, karena tak hanya berpengaruh pada makhluk hidup yang menjadi penghuni bumi, namun juga bagi lingkungan dan bumi itu sendiri. Sebut saja beberapa contohnya, seperti tanah longsor, banjir, kekeringan dan rusaknya struktur tanah, serta kerusakan lingkungan lainnya.

Nah, beberapa tahun belakangan ini ramai pemberitaan mengenai perubahan iklim dan cuaca ekstrim yang terjadi di berbagai wilayah di belahan bumi. Bahkan Sekjen PBB, Antonio Guterres menyebutkan bahwa dunia tidak lagi mengalami pemanasan global, namun sudah masuk ke era pendidihan global (global boiling). Mungkin hal ini juga dapat kita rasakan sendiri. Seperti cuaca panas, ditambah lagi dengan polusi yang melanda Kota Jakarta. Kondisi ini makin diperparah dengan tidak turunnya hujan dalam beberapa bulan belakangan.

Gelombang panas ekstrim yang terjadi bahkan menimbulkan korban jiwa. Selain itu, menurut berita, es di kutub pun mulai mencair. Suhu di Kawasan Arktik tersebut mengalami pemanasan dua kali lebih cepat dari bagian dunia lainnya. Menurut para ahli, Arktik selama ini dianggap sebagai pendingin bumi, dan sangat berperan dalam mengatur suhu global. Cairnya es di wilayah kutub tak saja mempengaruhi habitat dan populasi hewan yang hidup di sana, namun juga dapat menyebabkan perubahan tatanan cuaca di seluruh dunia.  

Global warming perubahan iklim
Ancaman pemanasan global mulai melanda bumi

Krisis iklim dan ancaman pemanasan global yang melanda planet bumi ini mestinya menjadi perhatian seluruh penduduk di penjuru dunia, dan harus segera diatasi secepatnya. Jika tidak, tentu ini akan membahayakan kehidupan seluruh makhluk yang berdiam di dalamnya. Hutan, dengan pepohonan hijaunya pun menjadi salah satu solusi untuk menangani perubahan iklim tersebut. Hal ini sering dibahas dalam berbagai forum atau pertemuan internasional yang mendiskusikan tentang perubahan iklim global yang melanda seluruh dunia.

Namun tak semua negara memiliki hutan hujan, dan bisa ditumbuhi oleh pepohonan hijau yang bisa hidup di sepanjang musim.  Beberapa negara di dunia yang beruntung memiliki hutan hujan terluas diantaranya adalah Brasil dengan hutan Amazonnya, hutan luas di Cekungan Kongo di benua Afrika, dan Indonesia. Walaupun bukan yang terluas di dunia, namun luas hutan Indonesia yang mencapai 92 juta hektar ini tentunya sangat berperan dalam menyerap emisi karbon yang menjadi persoalan iklim global.

 

Peran Hutan Indonesia Dalam Mengatasi Perubahan Iklim Global

Hutan Indonesia
Hutan Indonesia memiliki peranan penting dalam pengendalian iklim global

Setelah Papua dengan luas hutan sekitar 40,5 juta hektar, hutan terluas lainnya di Indonesia terdapat di Kalimantan, dengan Kalimantan Timur seluas sekitar 14,6 juta hektar, Kalimantan Tengah sekitar 11 juta hektar, dan hutan di Kalimantan Barat seluas 8,3 juta hektar. Hutan hujan tropis yang ada di Kalimantan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, termasuk masyarakat adat yang mendiami hutan tersebut.

Namun sayang, setiap tahunnya total luas hutan di Kalimantan terus mengalami penurunan. Ini karena maraknya deforestasi, penebangan pohon secara liar, dan pembukaan lahan. Jika kondisi ini dibiarkan berlarut-larut, bisa diprediksi hutan di Kalimantan akan hilang. Bayangkan bagaimana nasib satwa dan keanekaragaman hayati lainnya yang hidup di dalamnya. Selain itu, bencana alam seperti banjir pun bisa terjadi, karena tak ada lagi tanah yang berfungsi sebagai serapan air.

Sebagai bagian dari masyarakat dan bangsa di dunia, Indonesia menyadari bahwa hutan Indonesia memiliki peranan yang sangat penting dalam perubahan iklim global. Berbagai upaya terus dilakukan pemerintah Indonesia untuk pengendalian perubahan iklim, seperti membentuk Badan Restorasi Gambut di tahun 2016, melanjutkan kebijakan moratorium perizinan pada hutan primer dan lahan gambut, serta melibatkan peran serta masyarakat untuk berpartisipasi dalam aksi terkait iklim.   

Franly Aprilano Oley penjaga hutan merabu
Franly, Si Penjaga Hutan Merabu

Franly Aprilano Oley, Kepala Kampung Merabu, yang terletak di pedalaman Berau, Kalimantan Timur, yang kemudian tergerak untuk menjaga dan melestarikan hutan yang ada di kampungnya. Kampung Merabu sendiri memiliki luas sekitar 22 ribu hektar, dan sekitar setengah bagiannya merupakan kawasan hutan dan pegunungan karst.

Di awal ia menjabat sebagai Kepala Kampung Merabu, yakni di tahun 2012, Franly yang saat itu masih berusia 23 tahun pernah mengusulkan agar hutan Merabu menjadi hutan lindung desa. Ia gigih memperjuangkan agar hak pengelolaan hutan Merabu diberikan pada warga Merabu. Baru di tahun 2014, usulannya tersebut terwujud, dan sekarang hutan Merabu berganti status sebagai hutan adat yang dikelola oleh Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) yang berada di bawah Badan Usaha Milik Kampung (BUMK).

Warga Kampung Merabu pun dapat memanfaatkan hasil hutan, seperti madu hutan, sarang burung walet, rotan, hingga usaha ekowisata. Namun untuk menjaga agar hutan tetap lestari, warga kampung dan masyarakat luar lainnya tidak diperbolehkan menebang pohon dan mengambil kayu di hutan Merabu.

Selain menjaga kelestarian hutan Merabu, pemuda kelahiran Manado yang menikah dengan gadis asli dari Kampung Merabu tersebut juga memikirkan bagaimana caranya memajukan kampungnya. Selama ini, Kampung Merabu yang terletak di pedalaman hutan Kalimantan Timur ini identik dengan ketertinggalan, kebodohan, dan juga kemiskinan. Nama kampungnya tidak begitu dikenal. Bahkan jika dicari di mesin pencari seperti Google pun tak ditemukan nama Kampung Merabu. Menyedihkan ya :’(

 

Mengenal Danau Nyadeng dan Gua Beloyot, Wisata Alam Hidden Gem di Tengah Hutan Merabu Kalimantan

Salah satu langkah yang dilakukan Franly adalah dengan memanfaatkan Danau Nyadeng dan Gua Beloyot yang ada di tengah hutan Merabu sebagai tempat pariwisata. Danau Nyadeng yang terletak di kawasan pegunungan karst memiliki luas sekitar 3 ribu meter persegi. Danau dengan air yang jernih berwarna hijau toska ini dikelilingi hutan yang indah dengan latar belakang dinding karst, dan gua-gua di sekitarnya. Wisatawan pun diperbolehkan untuk berenang di danau, dan berkemah di sekitar danau.

Danau Nyadeng Hutan Merabu
Danau Nyadeng di tengah hutan Merabu

Untuk bisa sampai ke Danau Nyadeng, wisatawan harus menyusuri Sungai Lesan menggunakan perahu ketinting. Perjalanan selama 20 menit menuju danau bisa dimanfaatkan wisatawan untuk menikmati pemandangan indah yang tersaji di sepanjang sungai, seperti burung, monyet, dan satwa liar lainnya. Setibanya di danau, wisawatan juga bisa memanfaatkan berbagai fasilitas umum yang disediakan, seperti kamar mandi umum, gazebo, penyewaan alat-alat, dan lain sebagainya.

Gua Beloyot atau Bloyot sendiri merupakan salah satu gua yang terdapat di tengah hutan Kampung Merabu. Gua ini menjadi istimewa karena didalamnya ditemukan berbagai benda prasejarah, seperti fragmen tulang binatang, cangkang moluska, serta gambar-gambar cadas di sepanjang dinding gua, seperti gambar cap tangan, kura-kura, menjangan, dan babi.

Gua Beloyot di hutan Merabu
Gua Beloyot, situs cagar budaya di hutan Merabu

Situs cagar budaya gua beloyot di hutan merabu
Jejak peninggalan prasejarah di Gua Beloyot yang berada di hutan Kampung Merabu

Data arkeologi yang terdapat pada Gua Bloyot ini diperkirakan sudah berusia sekitar 4 ribu hingga 10 ribu tahun. Keberadaan Gua Bloyot dan temuan di dalamnya menjadi aset berharga bagi peradaban manusia, sehingga dijadikan sebagai situs cagar budaya yang harus dijaga dengan baik. Untuk bisa sampai ke Gua Bloyot, wisatawan harus menyusuri hutan dengan cara berjalan kaki sepanjang 4 km atau sekitar 3 jam dari Kampung Merabu.

Keindahan wisata alam yang ada di Merabu ini akhirnya mulai dikenal banyak orang, dan menjadi magnet bagi wisatawan untuk datang berkunjung, baik itu wisatawan lokal maupun mancanegara. Franly yang kemudian juga menjabat sebagai Sekretaris BUMK mengaku bahwa wisata alam ini memberikan dampak yang sangat besar bagi Kampung Merabu.

Kampung Merabu menjadi desa ekowisata
Kampung Merabu kini menjadi desa ekowisata berbasis kerakyatan

Kampung Merabu sekarang dikenal sebagai desa ekowisata. Upaya Franly dalam pelestarian hutan, didukung dengan kearifan lokal, serta ekowisata berbasis kerakyatan mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Kabupaten Berau. Apalagi kegiatan pariwisata yang mulai berkembang ini memberikan dampak positif terhadap kehidupan sosial dan juga perekonomian warganya. Mungkin ini pepatah yang tepat untuk upaya yang telah dilakukan Franly, yakni “sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui”.

  

Si Penjaga Hutan Merabu Itu Raih Apresiasi SATU Indonesia Awards

Upaya Franly dalam menjaga dan melestarikan hutan Merabu serta keberagaman hayati yang terdapat di dalamnya memang patut mendapatkan acungan jempol. Di tengah gempuran arus globalisasi dan gaya hidup modern, masih ada individu yang berupaya mengikuti riaknya sambil tetap menjaga agar alam terus lestari. Bahkan pengurus Kampung Merabu sengaja tidak melakukan pembangunan fasilitas yang memudahkan wisatawan, yang nantinya bisa berpotensi merusak keasrian alam yang ada di hutan Merabu.

Banyak penghargaan yang telah diterima Franly berkat kegigihannya dalam memperjuangkan kelestarian hutan Merabu, serta menyulap kampungnya menjadi desa wisata agar warganya makmur, namun dengan tidak mencederai kelestarian hayati yang terdapat di dalamnya. Salah satu penghargaan yang diterimanya berasal dari Grup Astra, dalam bentuk apresiasi SATU Indonesia Awards 2018. Ia berhasil meraih penghargaan di bidang Lingkungan.  

Franly raih apresiasi SATU Indonesia Awards 2018
Franly berhasil menjadi salah satu penerima apresiasi SATU Indonesia Awards 2018 

SATU Indonesia Awards merupakan salah satu program yang digelar oleh Grup Astra sejak tahun 2010. Program ini bertujuan untuk memberikan apresiasi kepada generasi muda, baik individu maupun kelompok, yang memiliki kepeloporan dan melakukan perubahan untuk berbagi dengan masyarakat sekitarnya, baik di bidang Kesehatan, Pendidikan, Lingkungan, Kewirausahaan, dan Teknologi, serta satu kategori Kelompok yang mewakili kelima bidang tersebut.

Semangat Franly untuk terus konsisten menjaga hutan Merabu sejalan dengan semangat Astra untuk berkontribusi dalam meningkatkan kualitas masyarakat Indonesia melalui karsa, cipta, dan karya terpadu untuk memberikan nilai tambah bagi kemajuan bangsa Indonesia. Sebagai bentuk komitmennya dalam membawa Semangat Astra Terpadu Untuk Indonesia (SATU Indonesia), maka tahun ini Astra kembali menggelar apresiasi 14th SATU Indonesia Awards 2023, dengan mengusung tema “Semangat Untuk Hari Ini dan Masa Depan Indonesia”.

Semoga semangat Astra dan juga Franly bisa menular pada generasi muda lainnya, sehingga mereka mampu berkarya, berperan aktif, dan memberikan kontribusi nyatanya terhadap kesejahteraan masyarakat, kemajuan bangsa, dan juga menjaga kelestarian bumi. Aamiin.  

 

Referensi:

Sumber data dan gambar: E-Booklet Penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards 2023, kumparan.com, ykan.or.id, mongabay.co.id, kebudayaan.kemendikbud.go.id, jawapos.com, bola.com, dan akun facebook @kampungmerabu.  

  • Share:

You Might Also Like

0 comments