Dukung Anak Disabilitas dan Kusta untuk Mengenyam Pendidikan di Sekolah Reguler

By Dewi Sulistiawaty - Oktober 22, 2022

 Pendidikan untuk anak disabilitas dan kusta

Kesehatan dan pendidikan, adalah dua hal yang menjadi perhatian utama bagi mendiang orang tua saya. Untuk kedua hal tersebut, mama mau merogoh kocek berapapun, tanpa pikir panjang, selama itu baik menurut mama. Sedangkan untuk hal yang menurut mama nggak penting, mama nggak ‘kan mau mengeluarkan uangnya sedikit pun, walaupun anak-anaknya merengek dan guling-gulingan di lantai, hihi. Saya sempat berpikir kalau mama itu orangnya pelit, dulu. Maafkan anakmu ini ya, Ma. Al-Fatihah buat mama dan papa.

Setelah dewasa barulah saya mengerti mengapa mama berbuat seperti itu. Mama mendidik kami anak-anaknya untuk bisa memprioritaskan apa yang benar-benar dibutuhkan, dan mana yang hanya keinginan saja. Begitulah cara mama mengatur keuangan keluarga. Apalagi saya termasuk keluarga besar, dengan jumlah saudara sembilan orang. Tentu mama mesti ekstra hati-hati dalam mengatur keuangan. Didikan orang tua, terutama mama yang full di rumah merawat anak-anaknya ini terbawa pada beberapa anaknya, termasuk saya.

Seperti masalah pendidikan untuk anak, saya akan memberikan dukungan penuh, karena saya tahu, selain kesehatan, pendidikan juga merupakan hal yang sangat penting bagi masa depan anak, dan juga bangsa ini. Namun sayangnya, tak semua anak beruntung bisa mengenyam pendidikan, terutama pendidikan formal atau reguler, walaupun pemerintah sudah mengeluarkan program wajib belajar secara gratis selama 12 tahun bagi seluruh anak Indonesia.   

Mereka adalah anak-anak dengan kebutuhan khusus atau penyandang disabilitas dan anak-anak yang menderita kusta. Sayangnya, stigma yang melekat pada anak atau orang yang menderita kusta sangat kuat pada masyarakat kita. Banyak yang menunjukkan perilaku diskriminasi pada penderita kusta. Jangan kan di lingkungan sekolah, di lingkungan masyarakat sekitarnya juga sering terjadi pengucilan terhadap penderita kusta.

Kusta dianggap penyakit kutukan, menakutkan, yang dapat menular dan tidak bisa disembuhkan. Mirisnya, mereka ada yang diusir dari rumah, komunitas, dan kemudian hidup mengemis. Padahal penyakit ini tidak mudah menular dan bisa disembuhkan. Penderitanya juga butuh dukungan dan dorongan dari orang sekitarnya agar mentalnya tidak down dan bisa semangat untuk sembuh. Bayangkan jika penyakit ini menimpa anak-anak, tentu mereka tak akan bisa mengenyam pendidikan yang layak di usia belianya.

Berdasarkan data Kemenkes per tanggal 13 Januari 2021, kasus kusta pada anak mencapai angka 9,14%, dan per tanggal 24 Januari 2022, jumlah kasus kusta yang terdaftar di Indonesia mencapai angka 13.487 kasus, dengan penemuan kasus baru sebanyak 7.146 kasus. Bahkan berdasarkan data WHO tahun 2020, Indonesia berada di peringkat ketiga sebagai negara dengan penyumbang kasus kusta 3 terbesar di dunia. Sedih banget dengar informasi ini

Sudahlah jatuh tertimpa tangga pula. Itulah ungkapan yang tepat bagi penderita kusta. Sudahlah menahan sakit fisik karena penyakit yang diderita, efek yang nantinya kemungkinan mereka tanggung seperti kelumpuhan atau disabilitas, masih pula terkena mentalnya karena mengalami diskriminasi dari orang sekitarnya. Tak hanya dikucilkan, tak jarang dari mereka yang juga mengalami tindakan kekerasan, baik dari lingkungan pendidikan hingga lingkungan sosialnya.

Sebenarnya pemerintah sudah mengeluarkan peraturan, yaitu PP No. 13 tahun 2020 tentang Akomodasi yang layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas. Dalam aturan tersebut, peserta didik penyandang disabilitas mendapat jaminan fasilitas pendidikan yang berlaku di semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, baik inklusif maupun khusus. Namun dalam kenyataannya, masih sedikit penyandang disabilitas yang mendapatkan aksesibilitas pendidikan tersebut. Entah karena kuota yang kurang dari sekolah (mungkin karena fasilitas berupa sarana dan SDM yang dirasa masih minim), orang tua yang kurang pede mendaftarkan anaknya, atau anak itu sendiri yang kurang bersemangat untuk bersekolah di sekolah umum.

Makanya ketika mendengar ada sekolah yang menampung cukup banyak anak disabilitas dan kusta di sekolah tersebut, saya merasa senang sekaligus terharu. Sekolah tersebut adalah SD Negeri  Rangga Watu, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Informasi ini saya dapatkan saat menonton tayangan Live Channel YouTube Berita KBR pagi ini, hari Jumat, 21 Oktober 2022. Kebetulan pada acara talkshow Ruang Publik KBR tersebut mengangkat tema tentang Pendidikan Bagi Anak dengan Disabilitas dan Kusta.

Pada acara bincang-bincang tersebut hadir tiga orang nasasumber, yaitu Bapak Anselmus Gabies Kartono dari Yayasan Kita Juga (Sankita); Bapak Fransiskus Borgias Patut S.Pd selaku Kepala Sekolah SD Negeri Rangga Watu, Manggarai Barat; dan Ignas Carly, seorang siswa SD Negeri Rangga Watu, Manggarai Barat yang saat ini duduk di bangku kelas 5.

Pedidikan untuk anak disabilitas dan kusta
Talkshow Ruang Publik KBR dengan tema
"Pendidikan Bagi Anak dengan Disabilitas dan Kusta"
(kiri atas: Mas Rizal, kanan atas: Bpk Frans, kiri bawah: Ignas, kanan bawah: Bpk Ansel)

Di awal, Bapak Frans selaku Kepala Sekolah SDN Rangga Watu menjelaskan mengapa sekolah yang dipimpinnya terbuka dan menerima peserta didik yang berkebutuhan khusus atau disabilitas. Menurut beliau, ini mengacu pada Pasal 31 ayat 1 UUD Dasar 1945 bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran. Selain itu, di daerah Manggarai Barat juga masih minim sekolah untuk anak berkebutuhan khusus.

Padahal hampir di tiap daerah yang ada di Manggarai Barat terdapat anak disabilitas di kategori usia sekolah. Belum lagi jarak tempuh dari rumah ke sekolah yang cukup jauh. Beberapa alasan inilah yang akhirnya melatarbelakangi pihak SDN Rangga Watu untuk menyelenggarakan program pendidikan inklusif, dan menerima peserta didik berkebutuhan khusus. Saat ini, SDN Rangga Watu, Manggarai Barat sudah menampung 7 orang peserta didik yang berkebutuhan khusus, dan salah satunya adalah Ignas.

Fyi, program pendidikan inklusif di SDN Rangga Watu sudah diselenggarakan sejak tahun 2017. Penyelenggaraannya sendiri tak lepas dari dorongan dan motivasi yang diberikan oleh Sankita. Sankita sendiri merupakan sebuah organisasi sosial yang bergerak di bidang pemberdayaan penyandangan disabilitas di Kabupaten Manggarai Barat. Menurut Pak Ansel, Sankita memang sedang giat mengkampanyekan penyelenggarakan pendidikan inklusif di sekolah-sekolah.

“Banyak hal yang kita temukan saat berkunjung ke desa-desa pendampingan kita. Banyak anak berkebutuhan khusus yang putus sekolah, yang tidak mau sekolah, bahkan ada anak disabilitas yang masih usia sekolah yang tidak didaftarkan oleh orang tua atau keluarganya untuk bersekolah,” ujar Pak Ansel.

Selain itu, menurut Pak Ansel, masih banyak juga sekolah yang belum memiliki sumber daya yang memadai untuk mendukung pembelajaran bagi anak-anak berkebutuhan khusus atau disabilitas, baik itu dari kesiapan gurunya, maupun sarana dan prasarananya. Hal inilah yang kemudian mendorong Sankita untuk terus mengkampanyekan pendidikan inklusif, khususnya di daerah Manggarai Barat.

Di SDN Rangga Watu, Manggarai Barat, Sankita melakukan sosialisasi, memberikan pelatihan dan bimbingan khusus untuk meningkatkan kapasitas para gurunya, agar dapat menangani peserta didik yang berkebutuhan khusus, demi mewujudkan terciptanya pendidikan inklusif di sekolah-sekolah reguler.

Ignas sendiri walaupun menjawab pertanyaan dari host Ruang Publik KBR, yaitu Mas Rizal dengan jawaban-jawaban singkat, namun ternyata memiliki semangat belajar yang tinggi untuk bersekolah. Semangat ini sepertinya ditularkan dari orang tuanya yang telah mendaftarkan Ignas agar bisa bersekolah di sekolah reguler, sehingga bisa mengenyam pendidikan yang sama dengan teman-teman sebayanya.

Dalam bincang-bincang tersebut Ignas mengaku tak mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri dan bersosialisasi dengan teman sekolahnya. Buktinya ia memiliki banyak kawan di sekolah. Anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di SDN Rangga Watu ini bahkan bisa menikmati waktu bermainnya, seperti sepak bola dan bola voli bersama teman-teman sekolahnya. Ia tak peduli dan tidak begitu menanggapi jika ada temen yang meledeknya. Semangat terus ya, Ignas! Kamu hebat!

Bapak Frans mengaku, dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif di sekolah reguler, seperti SDN Rangga Watu masih ditemui beberapa kendala, diantaranya sumber daya manusia, seperti tenaga pengajar atau pembimbing khusus untuk anak-anak disabilitas. Bagaimanapun juga anak-anak disabilitas ini butuh penanganan khusus dalam proses pembelajarannya. Sementara tenaga pengajar yang ada hanya memiliki skill sebagai tenaga pendidik umum. Beliau pun berharap agar pemerintah dapat membuka kesempatan atau lowongan bagi para sarjana tamatan pendidikan khusus, agar dapat mengabdikan dirinya pada sekolah negeri.

Kita semua setuju bahwa semua anak berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Semua anak memiliki kesempatan yang sama, termasuk anak dengan disabilitas dan kusta untuk mengenyam bangku sekolah. Dukungan kita akan menjadi penyemangat bagi mereka untuk terus bersekolah hingga menempuh pendidikan tinggi. Tak perlu bantuan yang besar, cukup dengan dukungan sosial, tidak mendiskriminasikan dan mengucilkan anak-anak disabilitas dan kusta saja sudah menjadi bentuk partisipasi besar kita dalam mendukung masa depan mereka.   

  • Share:

You Might Also Like

0 comments