Sinar UV-C, Kawan atau Lawan?

By Dewi Sulistiawaty - Agustus 28, 2020

Sebelum ngobrolin lebih jauh tentang sinar UV-C, sebaiknya saya jelasin dulu apa itu sinar UV-C ya. Sinar radiasi yang sering kita dengar adalah sinar UV-B, dan juga UV-A. Keduanya biasa ditemui pada produk-produk skin care. UV-B atau Ultra Violet B merupakan sinar radiasi dengan gelombang pendek yang dipancarkan oleh matahari, sedangkan UV-A atau Ultra Violet A memiliki gelombang yang lebih panjang.

produk uvc philips


Selain sinar UV-B dan UV-A, matahari juga memancarkan sinar radiasi Ultra Violet C atau sinar UV-C. Berbeda dengan kedua sinar UV lainnya, sinar UV-C memiliki panjang gelombang terpendek dengan tingkat energi paling tinggi. Bersyukurlah ada lapisan ozon yang menyaring sinar radiasi UV-C ini
full, sehingga tidak pernah sampai ke bumi. Kebayang bagaimana bahayanya jika sinar radiasinya bisa sampai ke bumi dan mengenai kulit dan mata kita.

Jadi, selain berguna bagi tubuh kita, karena menjadi sumber vitamin D, ternyata matahari juga dapat berdampak negatif. Pancaran sinar radiasi ultra violet dari matahari dapat merusak kesehatan kulit dan mata jika terkena paparannya terlalu lama.

Kecerdasan manusia dan kecanggihan teknologi ternyata telah menciptakan benda yang menghasilkan sinar ultra violet buatan. Keberadaan benda tersebut tentu saja dengan tujuan untuk membantu manusia. Misalnya sinar UV-C untuk mensterilkan peralatan-peralatan di rumah sakit, pesawat terbang, dan juga perkantoran.

Beberapa waktu belakangan, tepatnya sejak pandemi Covid-19 melanda, sinar UV-C yang memiliki kemampuan untuk menghancurkan bakteri, kuman, dan juga virus ini mulai banyak yang melirik. Teknologi berupa lampu UV-C menarik minat masyarakat untuk bisa memilikinya, dengan tujuan agar terhindar dari serangan virus korona. Yang jadi pertanyaan, apakah sinar UV-C aman untuk kesehatan tubuh?


Sinar UV-C, Kawan atau Lawan?

Beberapa hari yang lalu, tepatnya hari Selasa, 25 Agustus 2020, Signify Indonesia mengadakan Diskusi Virtual  dengan tema Sinar UV-C: Kawan atau Lawan? Diskusi ini diselenggarakan karena makin maraknya penggunaan produk UV-C di masyarakat, sedangkan pengetahuan terkait sinar UV-C masih sangat minim.

Untuk itu Signify ingin memberikan edukasi pada masyarakat terkait penggunaan produk UV-C yang aman dan efektif, serta pemanfaatan teknologi UV-C yang aman untuk perlindungan masyarakat dari mikro-organisme. Pada kegiatan ini, sesi diskusi dipimpin oleh Ibu Lea Indra, selaku Head of Integrated and Marketing Communication Signify Indonesia.

(kiri-kanan) Dr. Aulia, Dr. Hermawan, Ibu Lea, dan Bpk Tulus


Hadir dalam diskusi virtual ini Bapak Rami Hajjar, selaku Country Leader Signify Indonesia; Dr. rer. nat. Ir. Aulia Nasution, M.Sc., selaku Kepala Laboratorium Rekayasa Fotonika, Departemen Teknik Fisika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS); Dr. Hermawan Saputra, SKM., MARS., CICS., selaku Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI); dan Tulus Abadi, selaku Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

Acara dibuka oleh Ibu Lea, dengan menjelaskan bahwa Signify sangat memahami betapa pentingnya aspek keselamatan dalam pemanfaatan teknologi UV-C, serta Signify sangat mengutamakan keamanan konsumennya. Produk pencahayaan UV-C dari Signify dirancang, dipasang, dan digunakan sesuai dengan instruksi keselamatan yang spesifik untuk setiap produknya.

“Signify tidak hanya mengaplikasikan standar keselamatan internasional, tapi juga turut berkontribusi dan mengadopsi pedoman keselamatan UV-C yang diterbitkan oleh Global Lighting Association,” jelas Ibu Lea.


produk uv-c philips

produk uv-c philips
Philips UV-C Disinfection Desk Lamp

Signify dengan produk Philips UV-C Disinfection Desk Lamp memiliki perlindungan keamanan terintegrasi, seperti pengatur waktu, alarm suara, sensor gerak dengan radius 3 meter, menggunakan teknologi gelombang mikro, dan kabel sepanjang 3 meter yang didesain untuk melindungi pengguna dari bahaya paparan berlebih. Fitur keselamatan lain yang unik dari produk ini adalah panduan suara yang akan aktif sebelum pengguna menyalakan lampu.

Selanjutnya Dr. Hermawan dalam presentasinya memaparkan mengenai penyakit menular yang disebabkan oleh mikro-organisme dan cara-cara pencegahannya. Menurut beliau, pandemi Covid-19 telah menyebabkan semua aktivitas jadi berubah. Ada kebiasaan baru yang harus dipatuhi agar penyebaran virus dapat dihentikan. New normal, ada new behaviour dan new culture.

“Kalau bicara mengenai new normal ini bicara tentang health protocol dan health control. Antara protokol dengan kontrol, ini harus sejalan. Dimana protokol kesehatan yang menyangkut kebersihan tempat kerja, tempat sampah, kemudian kesehatan dari segi aspek upaya layanan kesehatan, bagaimana mengakses layanan kesehatan, termasuk dari higienitas kita,” jelas Dr. Hermawan.

Menggunakan masker, menjaga jarak, terbiasa mencuci tangan, dan memiliki perilaku hidup bersih di lingkungan kita menjadi bagian dari good awareness and good attitude to control Covid-19.

Selanjutnya Dr. Hermawan mengatakan bahwa jika orang atau komunitas berpadu dengan pengetahuan kita untuk mengambil sebuah kebijakan, diikuti dengan perilaku kebijakan yang konsisten, konsekuen, dan optimum, maka sebenarnya tidak ada masalah buat kita berdampingan dengan virus, cacing, bakteri, protozoa, atau jamur, karena kita bisa mengatasi persoalannya.

Untuk itulah kita perlu melakukan transmisi dan transformasi teknologi. Karena kita tidak bisa mendapatkannya sinar UV-C dari sinar matahari, maka perlu dilakukan rekayasa terhadap sinar UV-C, terutama untuk di area publik dan layanan publik, seperti rumah sakit, bandara, pasar, perhotelan, mal, bahkan di perkantoran.

Dr. Hermawan menghimbau dengan adanya mikro-organisme, termasuk virus yang saat ini sedang melanda seluruh dunia, yaitu Virus Corona, maka kunci yang diperlukan untuk mencegahnya adalah kesadaran, kesabaran, dan daya tahan tubuh.

Bicara mengenai sinar UV, Dr. Aulia menjelaskan bahwa sinar matahari selain bermanfaat bagi tubuh untuk membantu proses fotosintesis vitamin D, sinar matahari juga bisa membahayakan bagi tubuh manusia, terutama kulit dan mata. Jika tubuh manusia terkena paparan sinar matahari terlalu lama, maka dapat menyebabkan kulit terbakar, terjadi kerusakan pada kulit, hingga menyebabkan kanker.

“Sinar UV-C bisa melumpuhkan virus. Saat inti sel virus terkena sinar UV-C maka DNA dan RNA organisme akan terurai sehingga tidak dapat lagi bereproduksi. Sel akan mengalami kegagalan saat melakukan replikasi, tidak bisa membelah diri, sehingga jumlahnya tidak akan berkembang,” papar Dr. Aulia.

Karena Covid-19 merupakan jenis virus yang baru, maka muncullah penelitian untuk menyelidiki apakah betul sinar UV-C dapat digunakan untuk membunuh, atau mengantisipasi virus Covid-19. Dr. Aulia mengatakan bahwa upaya ini telah dilakukan, dan hasilnya ternyata memang sinar UV-C bisa digunakan untuk itu.

Namun sinar UV-C ini tidak baik bagi tubuh, sehingga dibutuhkan dosis yang tepat saat diaplikasikan. Untuk produk pencahayaan UV-C yang beredar di masyarakat haruslah aman dan sesuai dengan standar.

Untuk itulah, Bapak Tulus mengatakan perlunya standarisasi untuk produk pencayahaan UV-C yang beredar di masyarakat. Konsumen harus hati-hati dan waspada, jangan sampai niatnya baik untuk membunuh virus Covid-19, tapi karena salah menggunakannya malah dapat membahayakan konsumen sendiri. Sehingga harus ada informasi yang jelas bagi konsumen dari apa yang disampaikan oleh produsen.

“YLKI memberikan beberapa catatan terkait dengan hal ini, pertama pada pemerintah sebagai regulator harus segera melakukan pre-market control atau pengawasan prapasar, dengan cara membuat standarisasi atau sertifikasi terhadap produk-produk dari UV-C ini,” ujar Bapak Tulus.

Selanjutnya adalah aspek post market control policy, yaitu jika produsen memasarkan produknya, dan ternyata produk yang dipasarkan tidak sesuai dengan apa yang diklaim atau diiklankan, maka produsen bisa dikenai sanksi. Mulai dari menarik produknya, merecall produk, atau pun memberikan kompensasi pada konsumen, dan atau pun proses hukum, baik perdata maupun pidana.

Menurut Bapak Tulus standarisasi ini penting untuk melindungi konsumen, serta untuk menumbuhkan persaingan yang sehat antar produsen. Produsen haruslah mengedepankan itikad baik, bahwa apa yang dipasarkan sesuai dengan spesifikasi dan standarisasinya, serta benar-benar dapat bermanfaat.

Produsen, distributor, dan seller memiliki kewajiban untuk memastikan produk yang dijual ke konsumen aman untuk digunakan. Konsumen juga sebaiknya memperhatikan label dan instruksi keselamatan yang ada pada tiap produk. YLKI mendorong pemerintah untuk menetapkan kebijakan dan standar untuk produk-produk UV-C.

Terkait produk UV-C, Signify memiliki rangkaian produk Philips UV-C Disinfection Lighting, yang ditujukan untuk mendisinfeksi udara dan permukaan benda, dan berguna untuk melindungi tubuh dari berbagai mikro-organisme yang merugikan, baik di rumah, di kantor, maupun di ruang publik lainnya.

Sinar UV-C memang dapat melumpuhkan micro-organisme penyebab penyakit menular, seperti virus, bakteri, dll. Teknologi UV-C menjadi salah satu pilihan disinfeksi non kimia yang efektif, dan tepat untuk diaplikasikan di berbagai tempat, seperti gedung perkantoran, sekolah, tempat ibadah, mal, hotel, gym, bahkan rumah dan fasilitas transportasi umum.

Namun untuk pemilihan dan penggunaan produk UV-C, konsumen perlu memperhatikan aspek keselamatan. Karena sinar UV-C memancarkan radiasi yang dapat menimbulkan cedera pada mata dan kulit. Menjadi tanggung jawab kita semua untuk memastikan teknologi UV-C ini bisa digunakan dengan benar dan aman, sehingga tidak mencelakakan diri sendiri dan juga orang lain.

Well, jika ditanya sinar UV-C kawan atau lawan. Maka jawabnya kedua-duanya. Seperti api, kecil jadi kawan, besar jadi lawan. Begitupun dengan sinar UV-C atau produk UV-C. Sinar UV-C mampu membantu kita untuk melumpuhkan virus dan bakteri, namun jika tidak digunakan secara tepat dan benar, maka sinar UV-C bisa membahayakan bagi kesehatan tubuh.  

  • Share:

You Might Also Like

0 comments