Merdeka dari Kemiskinan: Iman dan Ilmu adalah Kunci

By Dewi Sulistiawaty - Agustus 14, 2025

 80 tahun Indonesia merdeka

Tahun ini, 80 tahun sudah bangsa Indonesia terbebas dari belenggu penjajahan, yang artinya sudah 80 tahun juga kita telah menikmati kemerdekaan. Namun apakah bangsa ini benar-benar sudah merdeka? Merdeka dari bangsa penjajah mungkin iya, namun merdeka dari segi ekonomi, kesehatan, pendidikan, seperti masih belum. Hal ini masih menjadi tantangan terbesar bagi bangsa kita untuk bisa benar-benar merdeka seutuhnya.

Permasalahan yang masih menjadi pe er terbesar adalah kemiskinan. Berdasarkan data BPS tahun 2024, tercatat penduduk miskin di Indonesia berada di angka 8,57% atau setara dengan 24,06 juta jiwa. Angka tersebut mengalami penurunan menjadi 8,47% atau 23,85 juta jiwa di tahun 2025 ini. Namun data tersebut berbeda menurut Bank Dunia. Tercatat di tahun 2024, sekitar 60,3% penduduk Indonesia hidup di bawah kemiskinan, atau setara dengan 171,8 juta jiwa.

Diskusi Dompet Dhuafa cara mengatasi kemiskinan
Tingkat kemiskinan di Indonesia masih sangat tinggi

Perbedaan angka antara keduanya ini terjadi akibat standar garis kemiskinan BPS dan Bank Dunia yang berbeda. Jika BPS menghitung angka kemiskinan berdasarkan pendekatan kebutuhan dasar, yakni makanan dan non-makanan, maka Bank Dunia menghitungnya berdasarkan media garis kemiskinan 37 negara berpendapatan menengah-atas. Banyak pengamat ekonomi yang mengatakan bahwa sebaiknya pemerintah memperbaiki metode penghitungan angka kemiskinan yang lebih realistis lagi, sesuai dengan pola konsumsi saat ini.

Merdeka dari Penjajahan Kemiskinan

Dalam rangka memperingati hari Kemerdekaan RI yang ke-80, Dompet Dhuafa menyelenggarakan kegiatan sarasehan, dengan mengundang berbagai tokoh nasional lintas bidang, di antaranya Yudi Latif, Ph. D (Aktivis dan Cendekiawan), Dr. H. Rahmat Hidayat, SE., MT (Sekjen Dewan Masjid Indonesia periode 2024-2029), Dr. H. Bambang Widjojanto, SH., MH (Aktivis Hukum dan Demokrasi), dan Dr. KH. Muhammad Zaitun Rasmin, Lc., MA (Wakil Sekretaris Dewan Pertimbangan MUI).

pertunjukan angklung dari srikandi dompet dhuafa
Penampilan angklung dari Srikandi Dompet Dhuafa

Acara diselenggarakan pada hari Rabu, 13 Agustus 2025 di Ruang Sasana Budaya Rumah Kita Dompet Dhuafa, Jakarta Selatan dengan mengusung tema “Merajut Kebersamaan, Mewujudkan Merdeka dari Kemiskinan”. Oiya, pada kegiatan sarasehan berkonsep dialog konstruktif tersebut juga hadir Ketua Pengurus Yayasan Dompet Dhuafa Republika, Bpk Ahmad Juwaini, serta Bpk Parni Hadi selaku Inisiator dan Ketua Pembina Yayasan Dompet Dhuafa Republika. Acara diawali dengan menampilkan pertunjukan angklung dari Srikandi Dompet Dhuafa. Fyi, Srikandi Dompet Dhuafa ini tergabung dalam Women in Leadership Dompet Dhuafa yang diinisiasi oleh Bpk Parni Hadi.

Usai pertunjukan, Bpk Ahmad Juwaini membuka acara dengan menyampaikan sambutannya. Menurut beliau, data angka kemiskinan di Indonesia sampai saat ini masih menjadi hal yang kontroversi, apalagi jika menggunakan data dari Bank Dunia. Namun begitu, yang pasti adalah jumlah orang miskin di Indonesia itu memang tidak sedikit. Tentunya ini perlu di atasi secara bersama-sama.

Ketua yayasan Dompet Dhuafa Republika dalam sarasehan Merdeka dari Kemiskinan
Bpk Ahmad Juwaini, Ketua Pengurus YDDR

“Untuk itulah mengapa hari ini Dompet Dhuafa menyelenggarakan acara sarasehan ini, agar kita bisa bersama-sama berdiskusi, menyampaikan gagasan dan usulan yang bisa bersifat strategi, bisa dalam bentuk program, maupun kegiatan praktis berbentuk action yang bisa langsung dilakukan. Kehadiran dan partisipasi hadirin semua adalah suatu kesan bahwa Bapak dan Ibu peduli terhadap upaya-upaya kita untuk mengatasi kemiskinan di negara ini,” ungkap Bpk Ahmad Juwaini.

Sementara itu, Bpk Parni Hadi dalam keynote speech nya mengatakan bahwa dalam buku Catur Windu Dompet Dhuafa – dari Filantropi ke Filantropreneur yang diluncurkan bersamaan dengan kegiatan ini terdapat rekaman berbagai program yang dilaksanakan oleh Dompet Dhuafa, mulai dari program Kesehatan, Pendidikan, Ekonomi, Sosial, serta Dakwah dan Budaya. Mengapa budaya juga diangkat oleh Dompet Dhuafa?

Parni Hadi, Inisiator dan Ketua Pembina Dompet Dhuafa
Bpk Parni Hadi, Inisiator dan Ketua Pembina YDDR 

“Budaya itu adalah pembiasaan. Biasa berzakat, biasa berbuat kemanusiaan. Sesuai topik hari ini, miskin itu bisa dalam berbagai bentuk, bisa miskin budaya, miskin perilaku, miskin value, atau miskin disiplin. Merdeka dari penjajahan kemiskinan!” seru Bpk Parni.

Beliau juga sempat menjelaskan bahwa Dompet Dhuafa merupakan lembaga independen, tidak ikut partai mana pun, dan tidak terikat massa tertentu. Dompet Dhuafa adalah lembaga Islam Wasathiyah, yakni Islam yang moderat, yang terbuka. Semua pihak, termasuk pemerintah adalah mitra beribadah.

Sarasehan Tokoh Bangsa: Wujudkan Indonesia Merdeka dari Kemiskinan

Sarasehan Dompet Dhuafa Merdeka dari Kemiskinan
(Kiri-kanan) Bpk Yudi Latif, Dr. H. Rahmat Hidayat, Bpk Dede Apriadi,
Dr. H. Bambang Widjojanto, dan Dr. KH. Muhammad Zaitun Rasmin

Acara kemudian masuk ke sesi diskusi, penyampaian materi dan pendapat dari para tokoh nasional lintas bidang, yang dipandu oleh Jurnalis Senior, Dede Apriadi. Pandangan mengenai Indonesia merdeka dari kemiskinan di sampaikan pertama kali oleh Dr. Rahmat Hidayat, terutama terkait masjid sebagai pusat peradaban umat dan peranannya dalam mengentaskan kemiskinan.

Dalam paparannya, Dr. Rahmat menyebutkan jika di dalam Al-Qur’an sudah dijelaskan bahwa kita diwajibkan untuk membagikan sebagian harta kita kepada anak-anak yatim dan orang-orang miskin. Oleh karena itu, sudah menjadi konsen setiap orang untuk memikirkan bagaimana caranya bisa melepaskan Indonesia dari belenggu kemiskinan.

Masjid sendiri memiliki peran yang sangat penting dalam mengentaskan kemiskinan. Tak hanya dalam bentuk penyaluran dana Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS), masjid juga menyelenggarakan berbagai program pemberdayaan ekonomi masyarakat, menjadi pusat pendidikan dan peningkatan kualitas SDM, serta kegiatan-kegiatan sosial lainnya. Jika ratusan ribu masjid yang ada di Indonesia mampu menggerakkan potensi ekonominya, tentu hasilnya akan sangat dasyat.

“Kami di Dewan Masjid punya program Rumah Wirausaha Masjid. Ini sudah di mulai tahun lalu, dan ini akan terus kita perluas. Dalam program ini dilakukan pelatihan selama 6 bulan. Dan dari hasil evaluasi terhadap pelatihan yang diberikan tersebut terjadi peningkatan penghasilan wirausaha sebesar 32%,” jelas Dr. Rahmat.

Dr. Rahmat mengatakan bahwa program ini akan diperluas, dan rencananya juga akan bekerja sama dengan Dompet Dhuafa. Menurut beliau, untuk program pengentasan kemiskinan ini perlu dilakukan langkah-langkah konkret di lapangan. Dr. Rahmat pun mengajak semua pihak untuk bersama-sama berkolaborasi dan berbagi tugas, termasuk dengan Dompet Dhuafa sebagai lembaga filantropi besar.

“Jangan kita menyalahkan siapa-siapa. Mulailah dari diri kita sendiri. Apa yang bisa kita kontribusikan untuk melepaskan Indonesia ini dari belenggu kemiskinan. Tugas kita dalam konteks merayakan kemerdekaan ini, bagaimana kita bisa mentransformasikan atau mengubah mustahik menjadi muzakki,” pungkas Dr. Rahmat.

Sementara dalam pandangan KH. Zaitun, kemiskinan itu banyak jenisnya, tidak saja miskin harta, tapi juga bisa miskin hati, miskin iman, miskin ilmu, dan miskin mental. Hal inilah yang juga mungkin menjadi penyebab utama dari kemiskinan tersebut. “Dalam Islam tidak ada larangan untuk menjadi orang kaya, bahkan dianjurkan. Kalau pun ada yang memilih untuk miskin atau hidup sederhana, itu juga diperbolehkan, seperti halnya nabi Isa AS,” urai KH. Zaitun.

Lebih lanjut beliau menyampaikan bahwa MUI telah memberikan kontribusi yang sangat besar dalam upaya memerdekakan bangsa Indonesia dari kemiskinan yang diwariskan oleh penjajah. Sekedar info, Pendiri dan Ketua MUI yang pertama adalah Prof. Dr. Hamka atau yang lebih dikenal dengan sebutan Buya Hamka. Buya Hamka ikut berkontribusi dalam mengatasi kemiskinan melalui pemikiran dan gerakan yang berlandaskan Islam.

Bpk Yudi Latif, yang pernah menjabat sebagai Kepala BPIP menjelaskan bahwa mestinya di usia yang 80 tahun ini Indonesia benar-benar sudah merdeka, termasuk merdeka dari kemiskinan. Menurut beliau, merdeka itu memiliki 2 konsep, yaitu negative liberty dan positive liberty. Negative liberty adalah merdeka dari kemiskinan, ketakutan, penjajahan, dan dari hal-hal buruk lainnya. Untuk bisa keluar dari negative liberty, maka kita harus mengembangkan positive liberty.

“Misalnya, jika kita ingin merdeka dari kemiskinan, maka solusinya adalah kita harus merdeka untuk meraih kemakmuran, merdeka untuk mendapatkan pendidikan, merdeka untuk menyamakan sistem kebudayaan yang lebih baik. Kelemahan kita yang terus terjebak dalam kemiskinan adalah karena kita tidak berhasil mengembangkan kemerdekaan yang positif,” urai Bpk Yudi.

Beliau pun berpendapat bahwa kunci untuk bisa keluar dari kemiskinan, serta cara untuk mengembangkan kemerdekaan positif tersebut bisa ditemukan dalam kata merdeka itu sendiri. Seperti diketahui, merdeka itu berasal bahasa sansekerta, yaitu mahardika, yang artinya terdidik, terpelajar, cerdik, dan bijak. Sehingga di dunia ini, dan di negara mana pun, tidak ada yang bisa keluar dari kemiskinan jika bangsanya tidak berpendidikan.

“Pendidikan adalah general converter, pengubah terbesar kemiskinan menuju kemakmuran. Ini pun tertera dalam Al-Qur’an, bahwa Allah tidak akan meningkatkan derajat umatnya dari kemiskinan menjadi sejahtera, kecuali kamu memiliki iman yang positif. Strong and positive vibes, yang melahirkan etos, daya juang, optimisme, kerja keras, untuk mencapai ufuk terbaik yang bisa dicapai. Dalam Al-Qur’an, selain iman, hal lain yang disebutkan adalah ilmu. Iman dan ilmu adalah kunci dari seluruh kemajuan,” jelas Bpk Yudi lagi.  

Sebagai seorang Aktivis Hukum dan Demokrasi, Bpk Bambang mengungkapkan bahwa angka 80 di usia kemerdekaan Indonesia itu adalah angka keramat. 80 memiliki arti keberlimpahan yang utuh, tanpa putus, di mana angka 8 dan 0 merupakan angka yang tidak ada putusnya. Beliau kemudian mempertanyakan bagaimana detail data angka kemiskinan di Indonesia itu diperoleh. Mengapa data BPS dan data Bank Dunia bisa berbeda.

“Bagaimana bangsa ini bisa merdeka, jika terkait data seperti angka kemiskinan saja masih belum akurat. Bagaimana caranya bisa melaksanakan keadilan sosial sesuai dengan Pancasila. Yang menarik lainnya, ini kita ngomongin kemiskinan atau pemiskinan? Mengentaskan atau menuntaskan? Mengurangi atau menghabisi? Ini memiliki arti yang berbeda,” tanya Bpk Bambang.

Kesimpulannya, bangsa kita ini masih jauh dari kata kemakmuran. Namun kita tidak boleh pesimis. Kita harus punya positive liberty untuk mencapai kemakmuran tersebut. Sudah menjadi pe er bagi kita semua untuk bisa mengentaskan kemiskinan di Indonesia. Dompet Dhuafa sebagai lembaga filantropi Islam berkhidmat dalam pemberdayaan kaum dhuafa, dengan pendekatan budaya, welas asih, dan wirausaha sosial. Melalui berbagai program pemberdayaan serta penyaluran dana Ziswaf yang amanah dan terarah, Dompet Dhuafa hadir dengan tujuan dapat mengentaskan kemiskinan di Indonesia.

Peluncuran buku Senyum Nabi dan Catur Windu Dompet Dhuafa
Peluncuran Buku Senyum Nabi dan Buku Catur Windu Dompet Dhuafa 

penandatanganan buku Catur Windu Dompet Dhuafa dan buku Senyum Nabi
Penandatangan Giant Book 2 Buku Senyum Nabi dan Catur Windu Dompet Dhuafa 

Acara sarasehan ini kemudian ditutup dengan peluncuran 2 buku terbaru Dompet Dhuafa, yaitu buku Catur Windu Dompet Dhuafa dan buku Senyum Nabi (Dompet Dhuafa Smiling Foundation). Buku ini berisikan rangkuman perjalanan Dompet Dhuafa selama 8 tahun belakangan ini, dari yang awalnya sebagai lembaga filantropi hingga menjadi filantropreneur.  


Foto: Pribadi dan Canva

  • Share:

You Might Also Like

0 comments