Merdeka dari Kemiskinan: Iman dan Ilmu adalah Kunci
Tahun ini, 80 tahun sudah bangsa Indonesia terbebas dari belenggu penjajahan, yang artinya sudah 80 tahun juga kita telah menikmati kemerdekaan. Namun apakah bangsa ini benar-benar sudah merdeka? Merdeka dari bangsa penjajah mungkin iya, namun merdeka dari segi ekonomi, kesehatan, pendidikan, seperti masih belum. Hal ini masih menjadi tantangan terbesar bagi bangsa kita untuk bisa benar-benar merdeka seutuhnya.
Permasalahan yang masih menjadi pe er terbesar
adalah kemiskinan. Berdasarkan data BPS tahun 2024, tercatat penduduk miskin di
Indonesia berada di angka 8,57% atau setara dengan 24,06 juta jiwa. Angka
tersebut mengalami penurunan menjadi 8,47% atau 23,85 juta jiwa di tahun 2025
ini. Namun data tersebut berbeda menurut Bank Dunia. Tercatat di tahun 2024,
sekitar 60,3% penduduk Indonesia hidup di bawah kemiskinan, atau setara dengan
171,8 juta jiwa.
![]() |
Tingkat kemiskinan di Indonesia masih sangat tinggi |
Perbedaan angka antara keduanya ini
terjadi akibat standar garis kemiskinan BPS dan Bank Dunia yang berbeda.
Jika BPS menghitung angka kemiskinan berdasarkan pendekatan kebutuhan dasar, yakni makanan dan non-makanan, maka Bank Dunia menghitungnya berdasarkan media garis kemiskinan
37 negara berpendapatan menengah-atas. Banyak pengamat ekonomi yang mengatakan
bahwa sebaiknya pemerintah memperbaiki metode penghitungan angka kemiskinan
yang lebih realistis lagi, sesuai dengan pola konsumsi saat ini.
Merdeka dari Penjajahan Kemiskinan
Dalam rangka memperingati hari Kemerdekaan
RI yang ke-80, Dompet Dhuafa menyelenggarakan kegiatan sarasehan, dengan
mengundang berbagai tokoh nasional lintas bidang, di antaranya Yudi Latif, Ph.
D (Aktivis dan Cendekiawan), Dr. H. Rahmat Hidayat, SE., MT (Sekjen Dewan
Masjid Indonesia periode 2024-2029), Dr. H. Bambang Widjojanto, SH., MH (Aktivis
Hukum dan Demokrasi), dan Dr. KH. Muhammad Zaitun Rasmin, Lc., MA (Wakil
Sekretaris Dewan Pertimbangan MUI).
![]() |
Penampilan angklung dari Srikandi Dompet Dhuafa |
Acara diselenggarakan pada hari Rabu, 13
Agustus 2025 di Ruang Sasana Budaya Rumah Kita Dompet Dhuafa, Jakarta Selatan dengan
mengusung tema “Merajut Kebersamaan, Mewujudkan Merdeka dari Kemiskinan”. Oiya,
pada kegiatan sarasehan berkonsep dialog konstruktif tersebut juga hadir Ketua
Pengurus Yayasan Dompet Dhuafa Republika, Bpk Ahmad Juwaini, serta Bpk Parni
Hadi selaku Inisiator dan Ketua Pembina Yayasan Dompet Dhuafa Republika. Acara
diawali dengan menampilkan pertunjukan angklung dari Srikandi Dompet Dhuafa. Fyi,
Srikandi Dompet Dhuafa ini tergabung dalam Women in Leadership Dompet Dhuafa
yang diinisiasi oleh Bpk Parni Hadi.
Usai pertunjukan, Bpk Ahmad Juwaini
membuka acara dengan menyampaikan sambutannya. Menurut beliau, data angka kemiskinan
di Indonesia sampai saat ini masih menjadi hal yang kontroversi, apalagi jika menggunakan
data dari Bank Dunia. Namun begitu, yang pasti adalah jumlah orang miskin di
Indonesia itu memang tidak sedikit. Tentunya ini perlu di atasi secara
bersama-sama.
![]() |
Bpk Ahmad Juwaini, Ketua Pengurus YDDR |
“Untuk itulah mengapa hari ini Dompet
Dhuafa menyelenggarakan acara sarasehan ini, agar kita bisa bersama-sama
berdiskusi, menyampaikan gagasan dan usulan yang bisa bersifat strategi, bisa dalam
bentuk program, maupun kegiatan praktis berbentuk action yang bisa langsung
dilakukan. Kehadiran dan partisipasi hadirin semua adalah suatu kesan bahwa Bapak
dan Ibu peduli terhadap upaya-upaya kita untuk mengatasi kemiskinan di negara
ini,” ungkap Bpk Ahmad Juwaini.
Sementara itu, Bpk Parni Hadi dalam keynote
speech nya mengatakan bahwa dalam buku Catur Windu Dompet Dhuafa – dari Filantropi
ke Filantropreneur yang diluncurkan bersamaan dengan kegiatan ini terdapat
rekaman berbagai program yang dilaksanakan oleh Dompet Dhuafa, mulai dari
program Kesehatan, Pendidikan, Ekonomi, Sosial, serta Dakwah dan Budaya. Mengapa
budaya juga diangkat oleh Dompet Dhuafa?
![]() |
Bpk Parni Hadi, Inisiator dan Ketua Pembina YDDR |
“Budaya itu adalah pembiasaan. Biasa
berzakat, biasa berbuat kemanusiaan. Sesuai topik hari ini, miskin itu bisa
dalam berbagai bentuk, bisa miskin budaya, miskin perilaku, miskin value,
atau miskin disiplin. Merdeka dari penjajahan kemiskinan!” seru Bpk Parni.
Beliau juga sempat menjelaskan bahwa
Dompet Dhuafa merupakan lembaga independen, tidak ikut partai mana pun, dan
tidak terikat massa tertentu. Dompet Dhuafa adalah lembaga Islam Wasathiyah,
yakni Islam yang moderat, yang terbuka. Semua pihak, termasuk pemerintah adalah
mitra beribadah.
Sarasehan Tokoh Bangsa: Wujudkan Indonesia Merdeka dari Kemiskinan
![]() |
(Kiri-kanan) Bpk Yudi Latif, Dr. H. Rahmat Hidayat, Bpk Dede Apriadi, Dr. H. Bambang Widjojanto, dan Dr. KH. Muhammad Zaitun Rasmin |
Acara kemudian masuk ke sesi diskusi,
penyampaian materi dan pendapat dari para tokoh nasional lintas bidang, yang dipandu oleh Jurnalis Senior, Dede Apriadi. Pandangan mengenai Indonesia
merdeka dari kemiskinan di sampaikan pertama kali oleh Dr. Rahmat Hidayat, terutama
terkait masjid sebagai pusat peradaban umat dan peranannya dalam mengentaskan
kemiskinan.
Dalam paparannya, Dr. Rahmat menyebutkan jika di dalam Al-Qur’an sudah dijelaskan bahwa kita diwajibkan untuk membagikan sebagian
harta kita kepada anak-anak yatim dan orang-orang miskin. Oleh karena itu, sudah
menjadi konsen setiap orang untuk memikirkan bagaimana caranya bisa melepaskan Indonesia dari
belenggu kemiskinan.
Masjid sendiri memiliki peran yang sangat
penting dalam mengentaskan kemiskinan. Tak hanya dalam bentuk penyaluran dana
Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS), masjid juga menyelenggarakan berbagai program
pemberdayaan ekonomi masyarakat, menjadi pusat pendidikan dan peningkatan
kualitas SDM, serta kegiatan-kegiatan sosial lainnya. Jika ratusan ribu masjid
yang ada di Indonesia mampu menggerakkan potensi ekonominya, tentu hasilnya
akan sangat dasyat.
“Kami di Dewan Masjid punya program Rumah
Wirausaha Masjid. Ini sudah di mulai tahun lalu, dan ini akan terus kita
perluas. Dalam program ini dilakukan pelatihan selama 6 bulan. Dan dari hasil
evaluasi terhadap pelatihan yang diberikan tersebut terjadi peningkatan
penghasilan wirausaha sebesar 32%,” jelas Dr. Rahmat.
Dr. Rahmat mengatakan bahwa program ini
akan diperluas, dan rencananya juga akan bekerja sama dengan Dompet Dhuafa. Menurut
beliau, untuk program pengentasan kemiskinan ini perlu dilakukan
langkah-langkah konkret di lapangan. Dr. Rahmat pun mengajak semua pihak untuk
bersama-sama berkolaborasi dan berbagi tugas, termasuk dengan Dompet Dhuafa
sebagai lembaga filantropi besar.
“Jangan kita menyalahkan siapa-siapa.
Mulailah dari diri kita sendiri. Apa yang bisa kita kontribusikan untuk melepaskan
Indonesia ini dari belenggu kemiskinan. Tugas kita dalam konteks merayakan
kemerdekaan ini, bagaimana kita bisa mentransformasikan atau mengubah mustahik
menjadi muzakki,” pungkas Dr. Rahmat.
Sementara dalam pandangan KH. Zaitun, kemiskinan
itu banyak jenisnya, tidak saja miskin harta, tapi juga bisa miskin hati,
miskin iman, miskin ilmu, dan miskin mental. Hal inilah yang juga mungkin
menjadi penyebab utama dari kemiskinan tersebut. “Dalam Islam tidak ada
larangan untuk menjadi orang kaya, bahkan dianjurkan. Kalau pun ada yang
memilih untuk miskin atau hidup sederhana, itu juga diperbolehkan, seperti halnya
nabi Isa AS,” urai KH. Zaitun.
Lebih lanjut beliau menyampaikan bahwa MUI
telah memberikan kontribusi yang sangat besar dalam upaya memerdekakan bangsa
Indonesia dari kemiskinan yang diwariskan oleh penjajah. Sekedar info, Pendiri dan
Ketua MUI yang pertama adalah Prof. Dr. Hamka atau yang lebih dikenal dengan sebutan Buya Hamka. Buya Hamka ikut berkontribusi dalam mengatasi kemiskinan melalui
pemikiran dan gerakan yang berlandaskan Islam.
Bpk Yudi Latif, yang pernah menjabat
sebagai Kepala BPIP menjelaskan bahwa mestinya di usia yang 80 tahun ini
Indonesia benar-benar sudah merdeka, termasuk merdeka dari kemiskinan. Menurut
beliau, merdeka itu memiliki 2 konsep, yaitu negative liberty dan positive liberty.
Negative liberty adalah merdeka dari kemiskinan, ketakutan, penjajahan, dan
dari hal-hal buruk lainnya. Untuk bisa keluar dari negative liberty, maka kita
harus mengembangkan positive liberty.
“Misalnya, jika kita ingin merdeka dari
kemiskinan, maka solusinya adalah kita harus merdeka untuk meraih kemakmuran,
merdeka untuk mendapatkan pendidikan, merdeka untuk menyamakan sistem
kebudayaan yang lebih baik. Kelemahan kita yang terus terjebak dalam kemiskinan adalah karena kita tidak berhasil mengembangkan kemerdekaan yang positif,” urai Bpk
Yudi.
Beliau pun berpendapat bahwa kunci untuk bisa keluar dari kemiskinan, serta cara untuk mengembangkan kemerdekaan positif tersebut bisa ditemukan dalam kata merdeka itu sendiri. Seperti diketahui, merdeka itu
berasal bahasa sansekerta, yaitu mahardika, yang artinya terdidik, terpelajar, cerdik,
dan bijak. Sehingga di dunia ini, dan di negara mana pun, tidak ada yang bisa
keluar dari kemiskinan jika bangsanya tidak berpendidikan.
“Pendidikan adalah general converter,
pengubah terbesar kemiskinan menuju kemakmuran. Ini pun tertera dalam Al-Qur’an,
bahwa Allah tidak akan meningkatkan derajat umatnya dari kemiskinan menjadi
sejahtera, kecuali kamu memiliki iman yang positif. Strong and positive
vibes, yang melahirkan etos, daya juang, optimisme, kerja keras, untuk mencapai
ufuk terbaik yang bisa dicapai. Dalam Al-Qur’an, selain iman, hal lain yang disebutkan
adalah ilmu. Iman dan ilmu adalah kunci dari seluruh kemajuan,” jelas Bpk Yudi
lagi.
Sebagai seorang Aktivis Hukum dan
Demokrasi, Bpk Bambang mengungkapkan bahwa angka 80 di usia kemerdekaan
Indonesia itu adalah angka keramat. 80 memiliki arti keberlimpahan yang utuh, tanpa
putus, di mana angka 8 dan 0 merupakan angka yang tidak ada putusnya. Beliau
kemudian mempertanyakan bagaimana detail data angka kemiskinan di Indonesia itu
diperoleh. Mengapa data BPS dan data Bank Dunia bisa berbeda.
“Bagaimana bangsa ini bisa merdeka, jika terkait
data seperti angka kemiskinan saja masih belum akurat. Bagaimana caranya bisa melaksanakan
keadilan sosial sesuai dengan Pancasila. Yang menarik lainnya, ini kita ngomongin
kemiskinan atau pemiskinan? Mengentaskan atau menuntaskan? Mengurangi atau
menghabisi? Ini memiliki arti yang berbeda,” tanya Bpk Bambang.
Kesimpulannya, bangsa kita ini masih jauh
dari kata kemakmuran. Namun kita tidak boleh pesimis. Kita harus punya positive
liberty untuk mencapai kemakmuran tersebut. Sudah menjadi pe er bagi kita
semua untuk bisa mengentaskan kemiskinan di Indonesia. Dompet Dhuafa sebagai
lembaga filantropi Islam berkhidmat dalam pemberdayaan kaum dhuafa, dengan
pendekatan budaya, welas asih, dan wirausaha sosial. Melalui berbagai program
pemberdayaan serta penyaluran dana Ziswaf yang amanah dan terarah, Dompet
Dhuafa hadir dengan tujuan dapat mengentaskan kemiskinan di Indonesia.
![]() |
Peluncuran Buku Senyum Nabi dan Buku Catur Windu Dompet Dhuafa |
![]() |
Penandatangan Giant Book 2 Buku Senyum Nabi dan Catur Windu Dompet Dhuafa |
Acara sarasehan ini kemudian ditutup
dengan peluncuran 2 buku terbaru Dompet Dhuafa, yaitu buku Catur Windu Dompet
Dhuafa dan buku Senyum Nabi (Dompet Dhuafa Smiling Foundation). Buku ini berisikan
rangkuman perjalanan Dompet Dhuafa selama 8 tahun belakangan ini, dari yang awalnya
sebagai lembaga filantropi hingga menjadi filantropreneur.
Foto: Pribadi dan Canva
0 comments