Jangan Sampai Gadget Menggantikan Peran Orangtua

By Dewi Sulistiawaty - November 25, 2017


“Mama bohong! Katanya Wawa boleh main HP kalo lagi libur sekolah. Ini kan hari Sabtu, sekolahnya libur. Kok nggak boleh sih?” ucap Wawa sambil merengut.

“Siapa bilang nggak boleh Wawa. Boleh kok! Tapi dengan syarat, semua pr udah kamu kerjakan. Perjanjiannya begitu kan, Wa?” ujarku sambil tersenyum simpul.

“Ngerjain pr nya ntar aja ya Maaa…,” balas Wawa dengan muka memelas.

“Waktu itu Wawa sudah setuju kan dengan perjanjian yang kita buat. Nah, Wawa harus belajar untuk menepati janji tersebut ya. Menepati janji itu, termasuk perbuatan yang baik lho! Semua orang akan percaya dan senang dengan anak yang suka menepati janjinya. Wawa suka kan, kalo banyak orang yang senang sama Wawa,” balasku lagi, masih dengan senyum terpasang di wajah.

Akhirnya Wawa pun mengambil buku pelajaran dan mulai mengerjakan pr nya, namun masih nampak sisa cemberut di wajah bulatnya. Aku pun menghela napas lega. Tadinya kupikir Wawa (panggilan kecil Najwa) akan mencoba mendebatku. Untunglah, mood-nya lagi baik pagi ini, dan mau mendengarkan penjelasanku. Biasanya perlu penjelasan panjang lebar dulu agar Wawa mengerti. Anaknya sangat kritis, dan pintar sekali menjawab setiap perkataan yang aku sampaikan. Menjadi moms zaman now itu emang harus lebih pintar ya, agar bisa menjawab semua pertanyaan ‘unik’ dan kritis dari anak-anaknya :D

Mengenai masalah penggunaan HP ini memang sudah aku diskusikan dengan Wawa sejak ia diperbolehkan bermain HP. Dulu Wawa tidak begitu tertarik bermain HP, karena belum tahu kalau di HP bisa download berbagai game untuk anak. Dia lebih suka menekuni hobinya menggambar, baik di kertas maupun di aplikasi drawing yang ada di laptop. Saat duduk di bangku kelas 3 SD, barulah Wawa mulai mengenal berbagai game anak yang ada di HP dari teman sekolahnya.

Sejak saat itulah Wawa mulai meminjam salah satu HP ku, dan minta tolong di-download-kan Game My Little Pony kesukaannya. Wawa dari dulu memang suka sekali dengan karakter My Little Pony. Dia punya semua koleksi DVD My Little Pony, punya koleksi bonekanya juga, bahkan beberapa baju dan perlengkapan sekolahnya pun bernuansakan My Little Pony XD. Nah, sejak Wawa mulai melirik HP sebagai salah satu mainannya, saya pun membuat peraturan baru buat Wawa dalam menggunakan HP. Wawa hanya boleh bermain HP jika sedang libur sekolah, yaitu hari Sabtu dan Minggu saja. Itu pun jika semua pr sudah dikerjakan, dan tidak boleh seharian penuh.

Saat membuat peraturan tersebut Wawa sempat bertanya, mengapa ia tidak diperbolehkan bermain HP seharian. Menurutnya, ia sudah puasa bermain HP (istilahnya Wawa XD) dari hari Senin sampai hari Jumat. Aku pun menjelaskan, bahwa bermain HP seharian akan membuat matanya sakit, karena terlalu lama menatap layar HP, mata bisa menjadi kering. Selain itu, leher dan tulang belakang bisa sakit dan menyebabkan kelainan, jika terlalu lama menggunakan HP. Trus nanti bisa jadi malas bergerak dan kecanduan juga. Banyak lagi alasan lainnya, mengapa kita tidak boleh main HP terlalu lama. Mendengar hal ini, Wawa pun berjanji akan mematuhi peraturan tersebut.

Tak lupa, aku pun selalu mengontrol game apa saja yang dimainkan Wawa. Agak serem juga, karena saat ini apa saja berseliweran di dunia maya. Oya, HP yang kupinjamkan ke Wawa sengaja tidak dipasang paket internet. Internet hanya kuhidupkan saat ada aku di dekat Wawa, saat ia bermain HP. Jadi apapun yang di-searching-nya di internet, bisa aku lihat dan kontrol. Wawa pun sepertinya nggak keberatan dan mengerti mengapa aku melakukan hal ini. Yang penting dia bisa bermain game kesukaannya, begitu jawabnya saat kutanya mengapa dia nggak protes mengenai kebijakanku untuk pemakaian internet :D

Satu lagi nih, aku juga memperbolehkan Wawa untuk menggunakan HP plus internet, saat ia mengerjakan pr sekolahnya. Kurikulum di sekolah Wawa memang menuntut anak-anak untuk lebih aktif belajar. Karena aku selalu menemani Wawa saat belajar, jadi aku tahu bahwa beberapa pr nya memang butuh bantuan informasi dari internet. Jadi dari internet, Wawa lumayan terbantukan dalam mengerjakan pr sekolahnya. Namun tetap saja, saat memakai HP dalam menyelesaikan pr nya itu, semua dalam pengawasanku :)

Aku pikir apa yang kuterapkan mengenai peraturan bermain gadget buat Wawa ini sudah cukup. Namun aku mendapatkan tambahan pengetahuan lagi dari Ibu Elizabeth T. Santosa, M.Psi, yang merupakan seorang Psikolog dan juga Penulis Buku “Raising Children in Digital Era”, mengenai pola asuh yang tepat agar anak tidak sampai kecanduan bermain gadget. Penjelasan mengenai hal ini disampaikan oleh Ibu Lizzy – panggilan akrab dari Ibu Elizabeth – dalam sebuah diskusi parenting, di Giant Ekstra CBD Bintaro, Tangerang, pada hari Rabu, tanggal 22 November 2017 kemarin.

Dalam diskusi yang bertemakan “Gadget 101 for Kids” tersebut, Ibu Lizzy mengatakan kebanyakan orangtua beranggapan bahwa gadget memberikan dampak yang buruk bagi anak-anak. Predikat yang melekat dibenak orangtua adalah anak zaman now itu ‘nyusahin’, nyebelin, nggak bisa mengatur waktu, suka melawan, dan banyak lagi hal buruk lainnya. Menurut Ibu Lizzy, ke semua hal buruk yang diprasangkakan orangtua pada anak-anak tersebut disebabkan karena orangtua tidak mengerti mengenai karakteristik dari anak-anak sekarang.

Anak zaman sekarang, atau yang disebut Ibu Lizzy anak generasi net, memiliki karakterisitk yang berbeda dengan generasi yang sebelumnya. Mereka cenderung ingin cepat sukses, serba praktis, dan punya sifat yang kritis. Anak milenial sangat menyukai kebebasan, percaya diri mereka sangat tinggi, selalu haus terhadap pengakuan dari orang lain, dan segala sesuatunya selalu dilakukan secara digital.

Ibu Lizzy
“Kita tidak bisa juga menyalahkan anak-anak, karena mereka terlahir sebagai kertas putih. Mereka cenderung meniru apa yang dilakukan oleh orangtuanya atau orang terdekat dan lingkungannya. Jika orangtuanya sendiri suka yang praktis dan selalu memanfaatkan kemudahan teknologi, gimana anak-anaknya nggak seperti itu pula. Bahkan orangtua sendiri suka memberikan kemudahan tersebut pada anak-anaknya. Orangtualah yang menciptakan anak tersebut menjadi anak yang serba instan,” ujar Ibu Lizzy.

Orangtua merupakan role model paling kuat bagi anak-anaknya. Jika kita ingin memperbaiki karakteristik anak generasi net ini supaya tidak selalu serba instan, kuat mentalnya, dan cinta yang namanya proses, maka jadilah role model yang baik bagi anak-anak, dan praktikkan itu dalam keseharian kita.   
  
Manusia adalah makhluk yang berevolusi dan selalu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Begitupun dengan anak zaman sekarang, yang memang hidup di era yang serba digital. Jadi, anak-anak sekarang tidak boleh dilarang juga untuk mengenal dunia digital, jika tidak ingin mereka menjadi anak yang ‘kuper’ atau gaptek nantinya. Di sinilah peran orangtua untuk mengontrol anak-anaknya dalam penggunaan gadget, agar jangan sampai kebablasan dan kecanduan.

Menurut Ibu Lizzy lagi, sebaiknya kenalkan anak dengan teknologi sedini mungkin. Karena teknologi dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap tumbuh kembang anak. Diantaranya adalah baik untuk perkembangan motorik anak, perkembangan fisiknya, perkembangan neurologi, perkembangan kognitif, perkembangan moral, perkembangan bahasa, perkembangan sosial, perkembangan gender, serta orientasi seksualnya. Ke semuanya tentu saja dalam bimbingan orangtua ya. Namun untuk hal bersosial media sebaiknya diberikan pada saat anak sudah cukup umur, yaitu di usia 13 tahun ke atas. Itu pun musti dalam pengawasan orangtuanya. 


“Gadget ini permasalahannya bukanlah dari pengenalannya yang sejak dini atau usianya, tapi karena aturan mainnya. Kalau dari kecil, anak selalu diberikan gadget dan tidak dirangsang dengan permainan aktivitas fisik lainnya, itu salah. Tapi bukan berarti memperkenalkan gadget sesekali itu tidak boleh! Yang penting adalah keseimbangan. Jadi tidak apa-apa memperkenalkan anak dengan gadget sedini mungkin, karena baik untuk tumbuh kembangnya, plus anak tidak gaptek, tapi diseimbangkan dengan aktivitas fisik lainnya. Jangan sampai diberikan gadget terus hingga anak jadi adiksi,” jelas Ibu Lizzy.

Ibu Lizzy juga tidak menyarankan bagi orangtua yang suka memberikan gadget pada anaknya, saat si anak sedang makan. Karena ini dapat menyebabkan anak kehilangan stimulus terhadap indera pengecapnya. Biasanya hal ini dilakukan oleh orangtua yang ingin kepraktisan dalam merawat anaknya. Di mana si orangtua merasa dengan memberikan gadget maka si anak akan lebih mudah makannya. Walaupun anak  menjadi lebih cepat makannya, tapi peran orangtua sudah digantikan oleh gadget.

“Gadget tidak boleh sampai menggantikan peran orangtua.
Gadget hanya untuk membantu kita dalam mempermudah hidup.”

Jika anak sudah kecanduan gadget atau game, Ibu Lizzy menyarankan agar gadget tersebut ditarik dari si anak. Bisa dipastikan kalau anak tersebut akan protes dan bahkan menjerit gegulingan, karena selama ini sudah dibiasakan bebas untuk bermain gadget. Namun untuk melepaskan kecanduan pada anak memang butuh pengorbanan. Orangtua harus tegas dan konsisten untuk itu. Agar anak bisa melupakan gadget tersebut, maka orangtua sebaiknya memberikan permainan atau kegiatan lain sebagai penggantinya.

Bapak Tony
Bapak Tony Mampuk, selaku General Manager Corporate Affairs Giant mengatakan bahwa topik yang diangkat dalam diskusi kali ini sangat banyak terjadi di keseharian kita. Anak-anak sekarang ini memang tidak bisa lepas dari gadget, dan tidak bisa dilarang juga. Karena penggunaan gadget sebenarnya bisa sangat berguna bagi anak-anak, asalkan benar-benar tepat guna. Kemudian Bapak Tony juga menginformasikan bahwa pada acara hari itu, selain sesi diskusi, juga akan diumumkan 10 pemenang Giant Faunatic Drawing Competititon. sekaligus penyerahan hadiahnya.

“Giant Faunatic adalah drawing competition yang kita lakukan beberapa minggu yang lalu, tepatnya pada tanggal 23 Oktober – 2 November 2017 kemarin. Pesertanya adalah anak-anak usia 6-12 tahun yang ada di Jabodetabek. Peserta diminta untuk menggambar dengan tema fauna. Dalam 1 mingggu sejak kompetisi ini kita buka, telah ter-submit sekitar 313 karya dari 48 sekolah di Jabodetabek. Kita sudah mencapai penjurian yang cukup ketat, mulai dari penjurian dari internal kita sendiri, maupun eksternal,” papar Bapak Tony.

Bapak Tony menyampaikan bahwa 10 pemenang gambar terbaik ini, selain mereka akan mendapatkan hadiah dengan total 30 juta rupiah, hasil karya mereka akan dijadikan desain reusable bag yang dijual di Giant secara nasional. Para pemenang yang hasil karyanya dipajang dalam produk Giant tersebut tentu akan bangga, melihat karyanya digunakan oleh banyak orang. Penjualan reusable bag dengan karya anak-anak ini merupakan bentuk dukungan Giant terhadap Program Indonesia Bebas Sampah 2020 yang sedang dikampanyekan oleh pemerintah, dengan mengajak pelanggan untuk bergaya hidup ramah lingkungan. Salah satu caranya adalah dengan mengurangi penggunaan sampah plastik.

Ibu Hani Sintawati, yang merupakan Senior Creative Director dari SOHO Square, dan merupakan salah satu juri eksternal dari Giant Faunatic Drawing Competition mengatakan bahwa ajang kompetisi ini bisa menjadi salah satu cara bagi anak untuk mengisi waktu luangnya. Anak bisa berkreasi dan mengeluarkan imajinasinya lewat aktivitas menggambar. “Di zaman milenial ini hampir semua orang mengagungkan yang namanya gadget, padahal ada hal lain yang justru lebih menarik. Banyak hal lain selain gadget yang dapat memberikan kita ide dan inspirasi. Misalnya kertas bekas bisa dijadikan sebuah produk yang menarik, art and craft, baking, drawing, dan banyak lagi yang lainnya,” kata Ibu Hani.

Ibu Hani saat membacakan 10  nama pemenang Giant Faunatic Drawing Competition
Hasil karya anak-anak yang mengikuti Giant Faunatic Drawing Competition yang dinilai oleh Ibu Hani pun banyak yang menarik dan kreatif. Kegiatan ini menurut Ibu Hani dapat merangsang imajinasi dan kreativitas anak-anak, serta mengenalkan anak pada berbagai jenis fauna yang ada di Indonesia. Dalam menilai karya anak-anak ini, yang menjadi perhatian pertama adalah originalitas gambar, lalu kreativitas dan imajinasi anak-anak dalam menuangkannya ke bentuk gambar. Kemudian komposisi dan warna juga menjadi poin dalam penilaian. “ Saya tertarik pada gambar yang memang bisa menonjolkan, tidak hanya fauna tertentu, tapi juga bisa dikembangkan dan dituangkan dalam bentuk gambar dengan imajinasi yang luar biasa,” ujar Ibu Hani lagi.

Ibu Hani kemudian mengumumkan 10 nama pemenang Giant Faunatic Drawing Competition. Gambar anak-anak ini memang keren banget. Kegiatan seperti ini patut didukung nih, karena sangat bagus sekali bagi anak-anak, untuk merangsang kreativitasnya. Semoga masih banyak lagi kegiatan seperti ini ya, sehingga anak-anak bisa terus berkreasi dan berimajinasi, dan tidak mainan gadget melulu, hehe :) 

10 pemenang Giant Faunatic Drawing Competition
Salah satu hasil karya pemenang


Foto : Pribadi

  • Share:

You Might Also Like

3 comments

  1. Aku lupa ih motret gambar pemenang. Aku paling suka yang doodle itu, Wi. Gambar yang dibikin anak kerudung merah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oo, kalo saya yang kliatan gambar anak-anak yang berdiri di depan Mbaa :)

      Hapus
  2. Miris ya mbak ngeliat anak kecil jaman now. Gara-gara gadget, permainan tradisional kini mulai terpinggirkan. Udah mulai jarang banget ngeliat anak kecil main lompat tali sama engkle.

    BalasHapus