PARARA Mini Festival 2025, Rangkul Gen Z untuk Agribisnis yang Berkelanjutan

By Dewi Sulistiawaty - September 14, 2025

Parara mini festival 2025 rangkul generasi muda
(Sumber: Pexels/Smaart)

Tak hanya dikenal sebagai negara maritim, sejak dulu Indonesia juga dikenal sebagai negara agraris karena sebagian besar penduduknya yang bekerja di sektor pertanian. Sebagai negara agraris, tentunya sektor pertanian menjadi sektor yang sangat penting dalam mendukung kebutuhan pangan masyarakat. Sektor pertanian juga ikut menyumbang PDB serta berkontribusi tinggi terhadap perekonomian nasional.

Sayangnya, dari tahun ke tahun persentase penduduk yang bekerja sebagai petani terus mengalami penurunan. Apa yang menjadi penyebabnya? Ternyata sebagian besar masyarakat, terutama generasi muda Indonesia menganggap bahwa pekerjaan sebagai petani merupakan profesi yang tidak menjanjikan, minim pendapatan, penuh risiko, dan kurang membanggakan.

Tentunya hal ini menjadi persoalan dan juga tantangan bagi negara kita, terutama dalam hal menjaga kedaulatan pangan nasional. Kebutuhan ketersediaan pangan yang terus meningkat tiap tahun bertolak belakang dengan keberadaan petani muda yang terus mengalami penurunan. Penerapan kemajuan teknologi di sektor pertanian saja sepertinya masih belum cukup tanpa didukung oleh sumber daya manusia di dalamnya. Regenerasi petani yang mengalami penurunan bisa menjadi ancaman yang serius bagi ketahanan pangan nasional.

“Ganti saja istilahnya. Dari sebutan petani diganti jadi pelaku agribisnis, biar keren kan. Kalau agribisnis, gen Z mungkin akan tertarik,” celetuk Pak Ari Moch Arif, salah satu narasumber yang hadir mengisi acara Talkshow Literasi Pangan Lokal yang berlokasi di Perpustakaan Taman Literasi C. Martha Tiahahu, Blok M, Jakarta Selatan.

PARARA Mini Festival 2025
PARARA Mini Festival 2025

For your information, talkshow ini merupakan salah satu dari rangkaian kegiatan yang digelar pada perhelatan PARARA Mini Festival 2025. Selain talkshow ini, ada bazar dan pameran produk kreatif PARARA, games, workshop, demo masak, demo kerajinan nusantara, fashion show, pertunjukan seni, aktivitas untuk anak, remaja, dan generasi muda, serta banyak lagi yang lainnya. Kegiatan yang diselenggarakan di area Taman Literasi C. Martha Tiahahu ini hanya berlangsung selama dua hari, yakni hari Jumat, 12 September dan Sabtu, 13 September 2025.  

PARARA Mini Festival 2025

Aktivitas Anak di PARARA Mini Festival 2025

Bagi yang belum tahu, PARARA ini adalah singkatan dari Panen Raya Nusantara. Festival PARARA pertama kali diselenggarakan pada tahun 2015, dengan tujuan mempromosikan dan memberikan ruang bagi produk-produk komunitas yang adil dan lestari. Festival ini kemudian menjadi kegiatan rutin dua tahunan yang digagas dan dikemas oleh konsorsium PARARA.

produk di PARARA Mini Festival 2025

Festival yang terbuka untuk umum ini dikemas secara kreatif, dengan menampilkan produk-produk kewirausahaan dari berbagai komunitas dan masyarakat adat. Melalui berbagai kegiatan yang digelar dalam PARARA Festival ini, pengunjung juga bisa memperoleh informasi mendasar mengenai arti penting dari produk-produk lokal yang dihadirkan di sana. PARARA mengedepankan nilai perjuangan komunitas dalam menghasilkan produk, serta menjaga alam tempat produk tersebut dihasilkan.

Talkshow Literasi Pangan Lokal

Talkshow Literasi Pangan Lokal di PARARA Mini Festival 2025
Talkshow Literasi Pangan Lokal di PARARA Mini Festival 2025
(Kiri-kanan) Mas Zainal, Mbak Febriana, Pak Ari, Ibu Feri

Pada Talkshow Literasi Pangan Lokal ini secara khusus mengangkat tema tentang “Generasi Muda dan Transformasi Sistem Pangan Berkelanjutan”. Selain Pak Ari Moch Arif selaku Climate & Energy Lead WWF Indonesia, terdapat dua narasumber lainnya yang dihadirkan, yaitu Mbak Febriana Tambunan selaku Media & Communication Officer Indonesia Organic Alliance (AOI) dan Mas Akhmad Zainal Mubarak dari Agroecosystem Team (KEHATI), dengan Moderator Mbak Feri Nur Oktaviani selaku Direktur Pengembangan Ekonomi dan Pengelolaan Sumber Daya Lestari (AMAN).

Di awal, Mbak Febriana menyampaikan bahwa AOI sendiri fokus pada pertanian organik yang berkelanjutan. AOI dengan anggota dan jaringannya giat membangun lokus-lokus di beberapa titik di daerah untuk memberikan edukasi terhadap konsumen mengenai pertanian organik pangan lokal.

Contohnya di Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Di sana AOI mendukung upaya masyarakat untuk melakukan kampanye pangan lokal organik. Semangat yang dibawa adalah kekuatan pangan lokal yang ada di Sumatera Utara, serta mendorong agar produk yang dihasilkan oleh para petani lokal bisa dikenal lebih luas lagi.

“Selain di Dairi, AOI juga mendukung teman-teman yang ada di Salatiga melalui Pasar Sehat Salatiga. Mereka sangat konsen terhadap pangan-pangan sehat dan organis. Sebisa mungkin rantai pasoknya datang dari pertanian atau penghasil pangan organik dan berkelanjutan yang ada di Salatiga dan sekitarnya,” ungkap Mbak Febri.    

Lebih lanjut Mbak Febri menjelaskan bahwa dalam upaya regenerasi petani organik, AOI juga memiliki program yang secara khusus menyasar pada generasi muda, terutama petani muda organik, dengan memberikan pelatihan atau bootcamp secara intens selama empat hari. Dalam pelatihan tersebut, petani muda diperkenalkan dengan kekuatan pangan lokal, mengolah pangan organik dan berkelanjutan, serta berinovasi juga terhadap bahan pangan tersebut.

AOI terus berupaya mendorong dan memberikan ruang pada generasi muda untuk mengenali dan menemukan kekuatan mereka masing-masing di sektor pertanian. Apakah mereka passion-nya di bagian pembudidayaan, pengolahan, marketing, kampanye, dan lain sebagainya. AOI pun akan memberikan pemahaman bahwa setiap passion tersebut akan saling terhubung dan membentuk sebuah ekosistem yang lebih besar.        

Kemudian Pak Ari Moch Arif selaku Climate & Energy Lead WWF Indonesia mengutip data dari Bappenas bahwa potensi kerugian ekonomi dari dampak perubahan iklim pada empat sektor prioritas itu salah satunya adalah sektor pertanian. Diperkirakan potensi kerugian bagi ekonomi nasional mencapai 78 triliun rupiah. Sementara itu, di tahun 2050 nanti diprediksi akan terjadi peningkatan populasi penduduk Indonesia. Kondisi ini harusnya diantisipasi dengan peningkatan pangan minimal 60%.

“Gagasan dan ide anak-anak muda bisa menjadi salah satu alternatif kekuatan bagaimana caranya membangun pertanian berbasiskan sumber daya lokal. Namun sebuah fakta yang menjadi tantangan bagi kita semua adalah bagaimana keinginan anak muda untuk menjadi petani. Ini nanti akan bertransformasi apakah pengertiannya menjadi petani atau sebagai pelaku bisnis dalam sektor pertanian, yang biasa kita sebut agribisnis,” jelas Pak Ari.  

Secara garis besar petani diartikan sebagai orang yang mengusahakan lahan pertanian, yang fokus pada produksi primer, seperti menanam padi dan berkebun kopi. Sementara itu, pelaku agribisnis memiliki artian yang lebih luas mencakup seluruh rantai nilai pertanian, yang fokus pada orientasi bisnis dan pasar. Jadi tidak hanya menanam, namun juga mengelola usaha dengan skema profit, branding, distribusi, dan diversifikasi produk.

“Jika kita bicara pelaku agribisnis, saya optimis banyak generasi muda yang ingin terlibat di sana,” ucap Pak Ari.

Pak Ari juga berpendapat bahwa institusi pembayaran sangat penting untuk pengembangan rantai pasok pertanian yang cerdas iklim, karena mereka menyediakan dukungan finansial yang diperlukan untuk menerapkan praktik dan teknologi yang berkelanjutan.

Sementara itu Mas Akhmad Zainal mengungkapkan bahwa sebagai bagian dari generasi muda, ia sendiri optimis masih ada anak-anak muda yang mau ikut andil dalam sistem pertanian. Menurutnya generasi muda itu bisa menjadi agen perubahan. KEHATI sendiri fokus pada pengembangan dan pengelolaan keanekaragaman hayati dalam sektor pertanian, serta mendorong keterlibatan generasi muda secara inklusi, adil, dan bermakna dalam sebuah sistem pangan.

“Ketika generasi muda dilibatkan dalam agen perubahan, maka generasi muda juga perlu sebuah modalitas, entah itu jaringan atau modal sosial. Untuk pendekatan pada generasi muda itu biasanya kita berbasis hak, mendengarkan apa yang mereka rasakan, bebas berekspresi, menyampaikan pendapatnya, dan pendapat mereka itu dipertimbangkan tanpa diskriminasi atau dibedakan dengan orang dewasa. Mereka juga bisa memilih dan membuat peluang mereka sendiri,” ujar Mas Zainal.

KEHATI memberikan dukungannya kepada generasi muda dengan menerapkan konsep Bunga Partisipasi, yakni sebuah alat yang menggambarkan bentuk-bentuk Partisipasi Orang Muda yang Bermakna (POMB), serta bagaimana POMB bisa tumbuh dan berkembang melalui metafora bunga yang sedang mekar.

Bunga Partisipasi
Bunga Partisipasi
(Sumber: choiceforyouth.org)

Untuk memajukan sistem pangan yang berkelanjutan diperlukan generasi muda yang peduli dan mau bergerak, serta ikut ambil bagian menjadi agen perubahan.

“Kesadaran itu mahal. Tapi kita punya banyak source untuk menjadi sadar. Hingga sadar bahwa rantai pangan kita tidak sedang baik-baik saja. Itu jadi satu kunci pertama untuk kita bisa mengendapkan bahwa kita bisa ambil bagian menjadi konsumen, agribisnis, petani, atau apapun yang kita punya interest dalam rantai pangan. Jangan lupa, bahwa ada banyak orang yang mengerjakan isu ini. Jadi kita tidak kekurangan orang maupun sumber untuk berkolaborasi dan mencari informasi. Yang penting, mau dulu.” (Febriana Tambunan)

Usai talkshow, acara pun dilanjutkan dengan kegiatan Workshop Literasi Kain, dengan tema “Diskusi Buku ‘Puan Maestro’ dan Kreasi Fashion Gen Z dengan Wastra Indonesia. Pada kegiatan ini ada Ibu Adinindyah dari Perkumpulan Teras Mitra, serta Ibu Poppy Barkah dan Nana Lystiani dari Perkumpulan Wastra Indonesia yang menjadi narasumber.

Workshop Literasi Kain di PARARA Mini Festival 2025
Ibu Adinindyah membedah buku 'Puan Maestro'

Ibu Adinindyah membedah sebuah buku berjudul Puan Maestro yang diterbitkan oleh Teras Mitra. Buku tersebut menceritakan tentang para perempuan di Biboki, NTT, dengan hasil tenun terbaik mereka, serta bagaimana para perempuan maestro tenun di sana membuat karya-karyanya. Di buku tersebut juga diceritakan tentang upaya masyarakat Biboki untuk melestarikan budaya tenun mereka. Salah satunya dengan cara mewariskannya kepada anak cucunya.

Bedah Buku Puan Maestro di PARARA Mini Festival 2025
Hasil karya perempuan maestro tenun di Biboki, NTT

Workshop dilanjutkan dengan kreasi fashion menggunakan wastra nusantara, yang didemokan oleh Ibu Nana. Di sini berbagai jenis dan ragam kain wastra nusantara dipadupadankan hingga menjadi model fashion yang modern dan fresh. Jadi anak-anak muda pun tetap bisa tampil seru dan stylish menggunakan wastra nusantara. Dengan membiasakan diri menggunakan wastra dalam gaya berpakaian sehari-hari, berarti kita turut mendukung ekonomi pengrajin lokal, dan ikut melestarikan kain tradisional Indonesia.    

Perkumpulan Wastra Indonesia di Perkumpulan Wastra Indonesia di PARARA Mini Festival 2025
Workshop Literasi Kain: Kreasi Fashion Gen Z dengan Wastra Indonesia
(Kiri-kanan) Ibu Poppy dan Ibu Nana

Kreasi fashion wastra di Workshop Literasi Kain di PARARA Mini Festival 2025
Ibu Nana mendemokan cara kreasi fashion modern menggunakan wastra


  • Share:

You Might Also Like

0 comments