Menyisir Pantai Kupang Demi Bumi yang Lestari
Aku melangkah menapaki bibir pantai yang
terlihat semakin ranum diselimuti lembayung senja. Sejenak kuberhenti, menatap
jauh hingga ke sudut cakrawala. Netraku menyipit, memaksa menilik sebuah titik
hitam yang bergelayut manja di tungkai kaki langit. “Oh, mungkin sampan
nelayan,” gumamku sambil merapikan selubung kepala yang sedari tadi dimainkan angin.
Kupejamkan mata, lalu menarik napas panjang.
Aroma laut langsung menyerbu masuk ke dalam indera penghirupku. Kutarik makin dalam hingga dadaku terasa sesak. Terpaksa kulepaskan mereka perlahan, sambil
membuka kelopak mata. Pandanganku teralihkan pada segulungan ombak kecil
yang berkejaran ke tepian, lalu menyapu kaki. Aku pun beranjak menjauh, dan menyeret langkahku ke arah bebatuan besar yang berjejer di sepanjang pinggir pantai.
Dengan tangan kanan yang menopang dagu, aku
menyapu pandangan ke bagian sisi kiri bebatuan tempatku duduk. Sebuah kantong
kresek berwarna putih nampak teronggok di sebuah batu lebar berbentuk persegi. Kantong
kresek itu tak sendiri. Ia ditemani dua botol minuman kemasan. Satu botol terlihat sudah kosong, sedangkan botol lainnya masih menyisakan
sedikit air berwarna kecoklatan. Seperti ditinggalkan begitu saja oleh
pemiliknya. Aku langsung mengernyitkan dahi. Padahal tak jauh dari situ
terdapat tempat sampah berukuran cukup besar berwarna kuning dan hijau. Terlihat
sangat jelas, karena warnanya yang sangat mencolok.
Aku kemudian bangkit, berniat untuk membuang sampah
tersebut. Namun sebelum langkahku sampai ke tujuan, sapuan angin pantai telah membuat
kantong kresek itu terbang ke arah jalan raya. Beberapa mobil yang melintas membawanya membubung tinggi hingga mengarah ke pantai, lalu jatuh ke lautan. “Sialan!”
umpatku pelan. Aku pun buru-buru mengambil dua botol minuman kemasan
yang tergeletak jatuh tertiup angin, lalu membuangnya ke bak sampah berwarna kuning.
Suasana hatiku mulai kacau. Hasratku
untuk menikmati langit senja hari ini pun pupus sudah. Apalagi setelah melihat masih banyak sampah lainnya yang bertebaran di sekitar sana. Dengan langkah lesu aku lalu beranjak
meninggalkan pantai, pulang menuju rumah masa kecilku. Kebetulan rumah orang
tuaku letaknya tak begitu jauh dari pantai, sekitar 200 meter. Oiya, hari
ini merupakan hari pertama liburanku di kampung halaman, dan pantai di belakang
rumah menjadi tempat pertama yang ingin kusinggahi. Selain dekat, pantai ini juga
menyimpan sejuta kenangan indahku semasa kecil dulu.
Ya, aku anak pantai. Aku lahir dan
dibesarkan di pesisir pantai Padang. Selain pepohonan yang rimbun di pekarangan rumah, aku juga bersahabat
dengan pantai, yang merupakan tempatku bermain bersama teman-temanku dulu. Kami
bebas berlarian di sepanjang pasir pantai yang luas. Bermain dengan ombak,
membuat berbagai macam bentuk dengan pasir, balapan menggunakan pelepah kelapa, mencari
‘umang-umang’ (keong), mengumpulkan cangkang kerang dan potongan terumbu
karang yang terdampar di pantai, bahkan kami sangat antusias melihat nelayan yang baru pulang dari
melaut. Kami ikut membantu menarik sampan dan merapikan jaringnya.
Banyak lagi kenangan indahku yang tertinggal di pantai ini. Walaupun pasirnya tak seputih salju, namun pantainya asri dan bersih, dengan air lautnya yang berwarna biru. Hamparan pasirnya juga luas. Di sisi kiri pantai terdapat perbukitan hijau yang menjorok ke arah laut. Semakin mempercantik pemandangan alam di pantai ini. Nelayan yang sibuk dengan sampan dan jaring mereka. Para wanita yang ikut membantu membereskan hasil tangkapan. Selain itu, ada juga yang sibuk mengolah ikan dan membuat ketupat dari daun kelapa untuk kemudian dijual.
Sayangnya kenangan itu hilang ditelan
waktu. Saat ini tak lagi kulihat aktivitas menyenangkan itu. Yang ada hanya sederetan
penjaja makanan di sepanjang pantai, tenda dan payung-payung besar dengan aneka
bangku kayu untuk duduk bersantai yang bertebaran di pasirnya yang tak lagi
seluas dan seindah dulu. Ya, abrasi telah mengikis daratan pantai ini hingga susut. Orang-orang nampak sibuk bercengkerama sambil menikmati makanan dan
minumannya. Apakah ini salah? Apakah pantai ini tak boleh menjadi tempat wisata
dan dinikmati semua orang?
Tidak! Tentu saja tak ada yang salah
dengan perubahan ini. Aku bahkan tak boleh dan tak bisa menolak perubahan.
Apalagi jika perubahan tersebut membawa aku dan masyarakat ke arah yang lebih baik. Tentunya
ini harus aku dukung penuh. Namun bagaimana jika perubahan tersebut diiringi
dengan dampak yang kurang baik? Salah satunya seperti pantai tempatku
dibesarkan ini.
Hamparan pasirnya mulai menyusut terkikis
ombak, dan hanya menyisakan beberapa jengkal pasir yang mulai berwarna gelap
karena tercemar sampah. Pohon-pohon kelapa dan tanaman bakau yang dulu tumbuh
subur di sepanjang pantai hanya tersisa beberapa saja. Tak ada lagi nelayan
yang berlabuh ke tepian, disambut para wanita dan anak-anak yang berlarian di pantai. Yang ada hanya tenda dan sampah berbagai bentuk dan warna memenuhi pantai.
Pemandangan ini membuatku tergugu, terkungkung dalam kenangan yang hampa.
Pikiranku pun melayang, memikirkan kondisi yang pelik ini,
yang mestinya jangan dibiarkan berlarut-larut. Tak hanya merusak pemandangan,
namun kondisi ini juga dapat mencemari lingkungan, mengganggu keseimbangan
ekosistem lokal, merusak habitat di sekitar pantai, serta menimbulkan penyakit.
Bahkan pantai yang kotor, apalagi yang sampai mengeluarkan aroma kurang sedap,
tentu akan mengurangi minat wisatawan untuk datang berkunjung.
Aksi Bersih Pantai Sang Pemuda Kupang
Permasalahan pantai yang kotor oleh
sampah ini ternyata tak hanya terjadi di pantai tempat kelahiranku saja. Pantai
lainnya, seperti di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) juga mengalami hal
yang serupa. Pantai Pasir Panjang misalnya. Pantai ini merupakan salah
satu pantai di Kupang yang cukup ramai didatangi wisatawan ketika mereka berkunjung
ke kota yang dikenal sebagai Kota Karang ini. Tak hanya menyuguhkan pemandangan
pantai yang asri dan indah, pantai ini juga dikenal dengan garis pantainya yang
panjang, sesuai dengan namanya.
![]() |
Pantai Pasir Panjang di Kupang, NTT |
Pengunjung dapat bermain di pasir putihnya yang lembut, menyelami air lautnya yang berwarna biru jernih dengan ombak kecil yang cukup tenang, serta menikmati pesona sang surya yang perlahan menghilang di balik cakrawala yang menjingga. Angin sepoi-sepoi yang membelai lembut, membuai setiap pengunjung yang datang bertandang. Sayangnya pemandangan indah ini harus ‘ternodai’ oleh ragam sampah yang berserakan di sepanjang pantai.
Tak hanya Pantai Pasir Panjang, sebagai
wilayah yang berbentuk kepulauan, Kupang juga memiliki puluhan pantai memesona lainnya.
Di antaranya yang menarik untuk dilirik adalah Pantai Oesapa. Sedikit berbeda
dengan Pantai Pasir Panjang, Pantai Oesapa dipenuhi dengan tanaman mangrove di
sepanjang bibir pantainya. Pantai ini memang dikenal sebagai destinasi ekowisata
mangrove di Kupang. Namun sayang, pantai ini senasib dengan Pantai Pasir
Panjang. Keindahan pantainya tertutupi oleh tumpukan sampah yang berserakan di
sepanjang rawa. So sad! ☹
![]() |
Pantai Ecowisata Mangrove Oesapa di Kupang, NTT |
Beberapa pemuda Kupang pun mulai mengkhawatirkan kondisi pantai di daerah mereka. Seperti para pemuda yang tergabung dalam komunitas bernama World Clean Up Day Indonesia (WCDI) NTT, yang kemudian menggelar aksi bersih-bersih pantai. Komunitas WCDI NTT sendiri sebenarnya tidak hanya fokus pada kegiatan bersih-bersih pantai saja, namun memiliki gerakan yang lebih luas lagi dengan melakukan berbagai kegiatan lainnya yang bertujuan untuk menjaga kebersihan lingkungan.
![]() |
Norbet U.K. Laki Pali, Pemuda Kupang dengan aksi bersih pantai dan kepedulian terhadap lingkungan |
Dia adalah Norbet Umbu Laki Pali, seorang pemuda yang menjadi Leader di WCDI NTT yang ikut merasa gelisah melihat kondisi lingkungan di daerahnya. Pantai yang semula indah dan bersih, kini berubah menjadi kotor dan kurang nyaman dipandang. Pemuda Kupang ini kemudian bergerak bersama teman-temannya di WCDI NTT dengan mengumpulkan sampah-sampah yang bertebaran di pantai, seperti di Pantai Pasir Panjang dan Pantai Oesapa.
![]() |
Aksi Bersih di Pantai Oesapa Kupang |
Dalam aksi bersih-bersih di Pantai
Oesapa, anak-anak yang tinggal di sekitar area Oesapa ikut bergabung dan membantu
memungut sampah. Dengan wajah yang riang, anak-anak tersebut berlarian di
sekitar pantai sambil mengambil sampah-sampah yang mereka temukan. Seakan mereka sedang diajak memainkan permainan pungut sampah bersama Kakak-kakak WCID
NTT. Senyum lebar yang terukir di wajah polos anak-anak tersebut menggambarkan
ketulusan mereka dalam membantu aksi bersih pantai.
![]() |
Puluhan karung sampah yang terkumpul di area Pantai Oesapa Kupang |
![]() |
Sampah puntung rokok yang ditemukan di area Pantai Oesapa Kupang |
Aksi bersih pantai yang berlangsung sekitar 3
jam ini berhasil mengumpulkan sebanyak 58 karung sampah dengan berat 1.500 kg. Sampah-sampah tersebut terdiri dari sampah botol plastik, sampah plastik, dan sampah kain. Tak
hanya itu, sampah lain yang berhasil dikumpulkan di Pantai Oesapa adalah puntung rokok. Terdapat sekitar 2.450 batang puntung rokok yang berhasil ditemukan
di area pantai tersebut.
Sementara di Pantai Pasir Panjang, aksi
bersih pantai yang digelar WCDI NTT didukung oleh Pokmaswas Kelurahan Pasir
Panjang, beberapa LSM dan juga komunitas anak muda di Kota Kupang. Sebagai salah
satu objek wisata pantai yang ramai dikunjungi wisatawan, Pantai Pasir Panjang
ini nampaknya masih kurang perawatan. Minimnya kesadaran masyarakat sekitar dan
juga pengunjung yang datang untuk menjaga kebersihan pantai, membuat pantai ini
kehilangan keindahannya. Dengan aksi bersih yang dilakukan WCDI NTT ini
diharapkan dapat memberikan contoh dan membuka kesadaran masyarakat untuk
selalu menjaga kebersihan di lingkungan pantai.
![]() |
Aksi Bersih di Pantai Pasir Panjang, Kupang |
Dalam berkegiatan, WCDI NTT tidak
bergerak sendiri. Komunitas ini biasanya berkolaborasi dengan berbagai pihak,
seperti pihak kelurahan atau pemda setempat, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(DLHK) Kota Kupang, kampus, berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), serta komunitas
anak muda yang ada di NTT. Dengan berjejaring bersama, mereka dapat saling terhubung,
bersinergi, saling dukung, dan menjadi lebih besar lagi untuk memberikan dampak yang bermanfaat bagi
lingkungan dan alam Kota Kupang.
![]() |
Bekerjasama dengan berbagai pihak dalam melakukan aksi bersih Pantai Pasir Panjang di Kupang |
Norbet sendiri memang dikenal aktif dalam kegiatan lingkungan dan juga kewirausahaan. Pemuda yang genap berusia 27 tahun ini rajin mengikuti berbagai seminar dan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya. Bergabung dan menjadi Leader di WCDI NTT merupakan salah satu wujud kepedulian dan dukungannya terhadap daerah kelahirannya tersebut. Dengan begitu ia bisa mengarahkan dan mengajak generasi muda di daerahnya untuk mau bergerak dan lebih peduli lagi terhadap lingkungan sekitar. Melalui Komunitas WCDI NTT, ia juga berupaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, termasuk dalam hal mengelola sampah.
![]() |
Norbet yang rajin menggali informasi dari berbagai sumber |
“Bumi adalah tempat bagi manusia hidup, tinggal,
dan berkembang. Keberlangsungan hidup manusia sangat bergantung pada bumi. Sejatinya
bumi adalah citra dari manusia. Bumi hari ini adalah hasil dari manusia. Bagaimana
kondisi bumi, baik dan buruknya bumi, manusia yang menentukan. Jika ingin bumi
baik, tentu manusia harus merawatnya juga dengan baik. Menjaga bumi agar tetap
indah dan lestari bisa di mulai dari hal kecil yang bisa manusia lakukan,
seperti tidak membuang sampah sembarangan”.
Begitulah sepenggal pesan Norbet kepada
masyarakat, terutama para generasi muda. Lewat berbagai gerakan yang dilakukan
WCDI NTT, ia berharap dapat menyentuh hati masyarakat dan timbul kesadaran untuk
selalu menjaga kebersihan lingkungan. Semua bisa di mulai dari diri sendiri dan
lingkungan terdekat, seperti tidak membuang sampah sembarangan, melakukan
pemilahan sampah rumah tangga, hingga mengelola sampah dengan baik dan tepat.
Mungkin apa yang dilakukan Norbet bersama WCDI NTT nampaknya sangat sederhana dan klise. Namun hal yang terlihat kecil ini mampu membantu memulihkan dan memperbaiki lingkungan, khususnya kawasan pantai di Kupang. Aksi bersih ini juga butuh dukungan dari semua pihak, terutama masyarakat yang tinggal di sekitar pantai.
Aksi bersih-bersih ini sebaiknya juga dapat menjadi
kebiasaan baik, tak hanya bagi masyarakat sekitar, namun juga semua pengunjung yang
ingin menikmati keindahan pantai di Kupang. Hal kecil yang nampaknya sepele,
namun jika dilakukan secara konsisten akan memberikan dampak yang sangat besar
bagi lingkungan, demi menjaga bumi agar tetap lestari.
Penghargaan dan Apresiasi untuk Sang Pemuda Kupang
Aku mengenal Norbet berawal dari Komunitas WCDI NTT di
media sosial. Salah satu postingan komunitas ini mampir di berandaku. Tertarik,
aku pun mampir ke profil komunitas ini, dan menyempatkan diri untuk membaca beberapa
postingan yang diunggah di sana. Dari komunitas inilah kemudian aku mengenal
Norbet U.K. Laki Pali. Saat itu pemuda yang menempuh pendidikan di Universitas Nusa
Cendana Kupang ini menjabat sebagai Leader WCDI NTT tahun 2024.
Di beberapa postingannya saat menggelar aksi bersih di Pantai
Oesapa dan Pantai Pasir Panjang, Norbet menuliskan seutas kalimat penyemangat,
entah itu ditujukan untuk dirinya sendiri atau untuk semua pengikut dan pembaca
yang menemukan postingannya. Berikut beberapa penggal kalimat yang diutarakan
Norbet tersebut.
“Semoga semangat ini terus berkobar untuk bumi yang
bersih, indah dan lestari, juga menjadi spirit awal untuk menjadi perpanjangan
suara kepada seluruh masyarakat supaya menjaga bumi dari sampah.”
“Makin menyala untuk aksi-aksi lingkungan dan
terus memberikan dampak baik untuk keadilan iklim. Siapa lagi kalau tidak ada
yang mau memulai, dan kapan lagi kalau bukan sekarang.”
“Percayalah, hal
yang mungkin sangat kecil kita lakukan hari ini, namun ketika kita dengan tulus
dan konsisten melakukannya, maka kelak pasti akan ada perubahan besar”.
Keyakinan dan semangat yang diukir Norbet dalam setiap postingannya
tersebut seakan ikut memecut semangatku untuk bisa berbuat lebih terhadap
lingkungan. Aksi yang dilakukannya telah membakar semangat, dan tentunya
menjadi inspirasi juga bagi semua yang telah membaca cerita di postingannya.
Bagaimana aksinya dalam menjaga kebersihan lingkungan pantai di kota
kelahirannya, demi bumi yang lestari.
Sepertinya tak hanya aku, para pecinta lingkungan, masyarakat, serta pemerintah Kota Kupang saja yang ingin berterima kasih dan menyampaikan penghargaan yang sedalam-dalamnya untuk apa yang telah dilakukan Norbet dan tim WCDI NTT terhadap lingkungan. Ada beberapa pihak lainnya juga ingin memberikan apresiasinya. Salah satunya adalah dari Grup Astra, yang menobatkan Norbet sebagai salah satu penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards 2024 untuk kategori Lingkungan.
![]() |
Gelaran Apresiasi SATU Indonesia Awards 2024 |
Sebagai informasi, Apresiasi SATU Indonesia
Awards merupakan sebuah ajang penghargaan yang sudah digelar Astra sejak tahun
2010, dengan tujuan mendukung para generasi muda yang telah berkontribusi dalam
menciptakan kehidupan berkelanjutan, baik di bidang Kesehatan, Pendidikan,
Lingkungan, Kewirausahaan, dan Teknologi, serta satu kategori Kelompok yang
mewakili kelima bidang tersebut.
Semangat Norbet bersama timnya di WCDI NTT
dalam menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan di pantai Kupang, sejalan
dengan Semangat Astra Terpadu Untuk Indonesia (SATU Indonesia), untuk dapat
berperan aktif dan berkontribusi nyata dalam meningkatkan kualitas hidup
masyarakat Indonesia, melalui karsa, cipta, dan karya terpadu, baik dalam
bentuk produk maupun layanan karya anak bangsa, Insan Astra yang unggul, serta
kontribusi sosial yang berkelanjutan, dengan tujuan dapat memberikan nilai
tambah bagi kemajuan bangsa Indonesia.
Semoga nantinya makin banyak lagi yang mengikuti jejak dan semangat Norbet dalam menjaga kelestarian lingkungan. Hal baik apa pun yang kita lakukan, sekecil apapun itu, jika dilakukan sepenuh hati, teguh dan konsisten, serta berkelanjutan, pasti akan membuahkan hasil yang baik pula. Dampaknya tak hanya pada lingkungan dan masyarakat sekitar, namun juga bagi diri kita sendiri. Langit boleh meredup, samudera boleh mengelam, namun semangat untuk menjaga bumi lestari harus tetap menggebu!
Referensi:
Sumber data dan gambar: E-Booklet Penerima Apresiasi SATU
Indonesia Awards 2023, akun Instagram @norbet_pali, @wcdid_ntt, @wcdid_kotakupang.ntt,
rri.co.id, mongabay.co.id, antaranews.com, kupang.tribunnews.com, timexkupang.fajar.co.id, tiriloloknews.com.