Penuhi Hak Anak untuk Masa Depan yang Lebih Baik

By Dewi Sulistiawaty - Juli 21, 2018



Masa lalu memang tidak bisa diubah, namun masa depan bisa. Siapa yang akan mengubah masa depan? Mereka adalah anak-anak kita, generasi penerus bangsa ini. Untuk itu sudah sewajarnyalah jika kita menjadikan anak-anak kita anak yang berkualitas agar mereka mampu mengubah masa depan, baik itu untuk masa depannya sendiri maupun untuk masa depan bangsa.

Mirisnya, masih banyak anak-anak yang belum beruntung mendapatkan perhatian dan perawatan yang layak. Tugas siapakah ini? Keluarga! Karena keluarga adalah orang paling dekat dengan anak, yang merupakan pilar utama bagaimana terbentuknya masa depan sang anak kelak. Selain keluarga, ada beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak, diantaranya faktor lingkungan, baik itu tetangga, sekolah, serta teman sepermainannya, media televisi, dan juga internet. 

Yup, media merupakan salah satu sarana yang dapat mempengaruhi masyarakat, terutama anak-anak, baik itu secara positif maupun negatif. Beberapa media dianggap oleh sebagian netizen tidak memberikan tontonan yang layak bagi anak-anak, sehingga memberikan dampak buruk bagi tumbuh kembangnya. Menurut Ibu Lenny N Rosalin, Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), media diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi masyarakat, bersama turut membangun negara ini menjadi Indonesia Layak Anak (IDOLA) 2030.

Mengedukasi Keluarga untuk Wujudkan Indonesia Layak Anak (IDOLA) 2030
Informasi ini disampaikan oleh Ibu Lenny pada hari Selasa, 17 Juli 2018 kemarin, dalam diskusi bersama media dan blogger di Penang Bistro Restaurant, Jakarta. Lanjut Ibu Lenny lagi, media diharapkan dapat mengambil bagian dalam mengedukasi keluarga Indonesia yang jumlahnya sekitar 70 juta kepala keluarga. Sehingga keluarga ini nantinya turut bergerak untuk membangun anak-anak mereka menjadi anak yang memiliki masa depan yang cemerlang.

Media televisi dan juga internet merupakan media paling mudah diakses oleh anak-anak sekarang. Media menggunakan ranah publik dan masuk ke ruang pribadi masing-masing keluarga, sehingga dengan mudah terpapar pada anak-anak. Tayangan yang semestinya hanya boleh untuk orang dewasa kemudian ditonton oleh anak-anak. Misalnya adegan berciuman, kekerasan fisik, pakaian yang tidak sopan, perkataan yang kurang baik, dll. Anak adalah peniru yang handal. Semua adegan tersebut akhirnya dipraktekkan di kehidupan sehari-harinya. Salah siapa? Media ataukah keluarganya?

Menurut saya keduanya. Media, walaupun memiliki frekuensi yang terbatas, namun bisa diakses oleh semua orang, termasuk anak-anak. Komisi Penyiaran Indonesia sudah memberikan peraturan agar setiap tayangan diberi label apakah kontennya untuk orang dewasa, remaja, perlu bimbingan orangtua, atau untuk semua usia. Selain itu beberapa adegan dan perkataan yang kurang baik harus disensor, pun untuk jam tayang yang mestinya disesuaikan dengan aktivitas anak dan orangtua.

Ibu Dewi
Menurut Ibu Dewi Setyarini, Komisoner Bidang Isi Siaran Penyiaran Indonesia Pusat (KPI), masih ada media televisi yang salah memberikan klasifikasi atau label pada tayangannya. Di layar tertulis untuk anak padahal ternyata konten tayangan tersebut masih butuh bimbingan orangtua. Tayangan untuk anak dan tayangan tentang anak adalah dua hal yang berbeda. Tayangan untuk anak adalah tayangan yang diproduksi dengan tujuan untuk dinikmati oleh anak-anak, seperti cerita, animasi, musik, dll. Sedangkan tayangan tentang anak adalah tayangan yang diproduksi dengan konten tentang anak, namun sesungguhnya diperuntukkan untuk khalayak dewasa, seperti berita, feature, drama tentang kekerasan, trafficking, gizi buruk anak, pendidikan anak, dll.  

Kalau menurut saya, pemberian label atau klasifikasi hanya berfungsi jika orangtua ikut berperan dalam mengatur tayangan apa saja yang boleh ditonton oleh anak-anaknya. Pada kenyataannya ada orangtua yang tidak memperhatikan tayangan apa saja yang ditonton oleh anak mereka, bahkan meninggalkan anak-anaknya di rumah sehingga mereka bebas menonton siaran televisi. Sedikit banyak media memang harus ikut membantu memberikan tayangan yang ramah anak. Namun pada intinya keluargalah yang memegang peranan penting, dalam menerapkan peraturan, disiplin, serta konsisten pada anak-anaknya.  

Keluarga adalah yang utama dan pertama! Jika keluarga gagal dalam mengasuh anak-anaknya, maka dampak yang diterima tidak saja terjadi pada anak, namun juga keluarga, masyarakat, dan bangsanya. Definisi anak secara umum adalah mulai dari bayi yang berada di dalam kandungan hingga anak berusia 18 tahun. Sedangkan arti keluarga di sini bukan orangtua saja, tapi dengan siapa anak dirawat dan diasuh, Misalnya  anak yang dirawat oleh kakek neneknya, atau tantenya, atau orangtua asuhnya. Jangan sampai anak-anak tidak ada yang mengasuh.  
Anak memiliki hak untuk tumbuh dan berkembang. Hak anak ini dilindungi oleh negara, bahkan oleh organisasi dunia PBB dengan mengeluarkan konvensi yang berisikan 10 hak anak yang mesti dipenuhi. Di negara kita sendiri salah satu cara untuk melindungi hak anak dilakukan melalui penguatan perempuannya. Seperti yang sering kita dengar melalui media, atau ada yang melihat langsung, banyak masalah dan kejadian tak menyenangkan yang menimpa anak-anak. Seperti anak yang mendapatkan kekerasan fisik dari orangtua kandungnya, ibu yang menjual anak atau bayinya, eksploitasi anak, bahkan anak yang dipekerjakan sebagai psk *kasus dengan angka tertinggi saat ini :’( 
  
Contoh di atas masih merupakan segelintir masalah yang menimpa anak-anak. Masih ingat kabar viral mengenai seorang anak yang bunuh diri karena menjadi korban bullying teman-temannya di sekolah? Bullying masih menjadi momok masalah yang terjadi pada anak-anak hingga saat ini. Ada 4 jenis bully yang sering terjadi, yaitu bullying secara fisik, bullying secara verbal (dengan kata-kata), bullying secara relasional (hubungan pertemanan), dan bullying secara elektronik (melalui media sosial, chatting, dll).

Ibu Lenny
Jika dituliskan, banyak sekali kasus atau masalah yang terjadi pada anak-anak, mulai dari yang terlihat sepele hingga yang benar-benar berat, yang tentu saja mempengaruhi masa depan mereka. Saatnya kita selaku masyarakat dan juga orangtua atau keluarga untuk membenahi dan mengentaskan masalah ini. Seperti yang dikatakan oleh Ibu Lenny, bahwa ada 4 prinsip dalam membangun anak-anak, yaitu :

1. Non Diskriminasi

Semua hak yang terkandung dalam Konvensi Hak Anak diberlakukan kepada setiap anak tanda ada pengecualian. 10 Hak Anak berdasarkan Konvensi PBB Tahun 1989 :

- Hak untuk bermain
- Hak untuk mendapatkan pendidikan
- Hak untuk mendapatkan perlindungan
- Hak untuk mendapatkan nama (identitas)
- Hak untuk mendapatkan status kebangsaan
- Hak untuk mendapatkan akses kesehatan
- Hak untuk mendapatkan rekreasi
- Hak untuk mendapatkan kesamaan
- Hak untuk memiliki peran dalam pembangunan


2. Menghargai Pandangan Anak

Dalam setiap pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupan anak, anak memiliki hak untuk mengemukakan pendapat dan juga pandangannya, dan hal ini mesti diperhatikan dan dihargai. Saat ini anak-anak sudah mulai diajak untuk ikut berpartisipasi, dan menjadi salah satu stakeholder yang ikut terlibat untuk memberikan masukan dalam perencanaan pembangunan.


3. Kepentingan Terbaik bagi Anak

Setiap tindakan yang menyangkut anak, maka yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama. Prinsip ini tidak saja berlaku bagi keluarga, namun juga dalam tatanan hidup bermasyarakat dan juga negara.


4. Hak Hidup, Kelangsungan Hidup, dan Perkembangan

Hak hidup yang melekat pada diri setiap anak harus diakui dan dijamin. Ini merupakan hak anak dalam mendapatkan pendidikan dan kesehatan, sehingga bisa terjamin keberlangsungan hidupnya dan perkembangannnya dengan baik.  


5 Kluster Hak Anak

1. Hak sipil dan kebebasan. Anak berhak untuk mendapatkan akta kelahiran agar memiliki identitas diri. Anak yang tidak memiliki akta kelahiran dan identitas biasanya rawan menjadi korban trafficking dan kasus kejahatan lainnya. Akta kelahiran juga berguna untuk masa depan anak-anak, seperti untuk masuk sekolah, untuk pembuatan paspor, untuk keperluan pekerjaan, mengurus surat nikah, dsb.
  
2. Lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif. Anak berhak untuk mendapatkan pengasuhan dari keluarga atau pengasuhan alternatif.

3. Kesehatan dasar dan kesejahteraan. Anak berhak untuk hidup sehat dan sejahtera.

4. Pendidikan, pemanfaatan waktu luang, dan kegiatan budaya. Anak berhak untuk mendapatkan pendidikan, mengisi waktu luangnya dengan kegiatan positif, kreatif, dan inovatif. Dengan begitu anak akan terhindar dari kegiatan negatif, seperti tawuran, merokok, narkoba, dll. Begitupun dengan mengisi waktu luang anak dengan berbagai kegiatan budaya, seperti permainan tradisional anak, ikut sanggar seni, menenun, membatik, dll. Selain memiliki dampak positif pada anak-anak, kegiatan ini juga dapat mengenalkan kebudayaan kita pada anak-anak sehingga bisa tetap lestari.

5. Perlindungan khusus. Perlindungan khusus muncul jika keluarga gagal dalam menerapkan keempat kluster di atas. Perlindungan khusus ini bisa ditekan jika semua stakeholder mulai dari anak, keluarga, lembaga masyarakat, serta institusi yang terkait dengan kesehatan dan pendidikan diperkuat dari aspek preventif dan promotifnya.

Ada sedikit ketidak mengertian dari beberapa institusi dan pemda mengenai peraturan perlindungan anak ini. Menurut Ibu Lenny, masih ada daerah yang mengganggap bahwa perlindungan anak adalah perlindungan yang diberikan jika anak SUDAH menjadi korban. Padahal perlindungan anak memiliki arti yang lebih luas dari pada sekedar memberikan bantuan pada anak yang sudah menjadi korban. Perlindungan bisa diberikan sebelum hal yang tidak diinginkan tersebut terjadi. Misalnya dengan mempermudah akses kesehatan dan pendidikan untuk anak-anak, memberikan fasilitas ruang bermain yang ramah anak, mempermudah pembuatan akta kelahiran anak, mencegah pernikahan usia anak, dsb. 

Pemerintah sudah merencanakan sebuah program dengan tujuan akhir agar negara ini bisa menjadi Indonesia Layak Anak (IDOLA) tahun 2030. Program IDOLA sudah dirintis sejak tahun 2010. Semua komponen dirangkul untuk mau bersama-sama mewujudkan program ini, mulai dari menata dan membenahi beberapa regulasi, mengajak dunia usaha, lembaga masyarakat, dan juga media untuk menjadi pilar pembangunan anak Indonesia.

Di usia Indonesia yang ke-100 tahun nanti (Indonesia Emas), pemerintah bahkan menargetkan untuk menciptakan Generasi Emas 2045, yaitu generasi ideal yang mampu menjadi lokomotif (penggerak/ pendorong) pembangunan masyarakat dan bangsa untuk lepas dari kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan. Semoga semua ini bisa tercapai ya. Amiin.    


Foto bersama Ibu Lenny, Ibu Dewi, teman media dan blogger

  • Share:

You Might Also Like

0 comments