Selamatkan Sawit Rakyat dari Segala Ancaman!

By Dewi Sulistiawaty - Januari 30, 2018

Mengapa sawit rakyat harus diselamatkan? Apakah kondisinya saat ini sedang terancam? Apa yang mengancamnya? Lalu langkah apa yang sebaiknya kita lakukan untuk menyelamatkannya? Semua pertanyaan ini berkecamuk dipikiran saya. Menurut saya, sawit ini prospeknya sangat besar. Tahu sendiri kan, apa saja manfaat sawit jika sudah diolah nantinya. Yup, sawit bisa diolah sebagai minyak goreng, campuran bahan bakar biodiesel, bahan pelumas, bahan kosmetik, bahan pembuatan cat, dan banyak lagi yang lainnya.

Selain dimanfaatkan untuk kebutuhan domestik, kelapa sawit mentah maupun yang sudah dalam bentuk olahan juga diekspor ke luar negeri. Dengan begitu bisa dibayangkan berapa besar sumbangan sawit bagi devisa negara. Hingga saat ini, sawit termasuk salah satu penyumbang terbesar terhadap PDB Nasional. Seperti yang saya kutip dari bisnis.com – Bapak Bambang, Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian mengatakan bahwa di tahun 2016 lalu, sektor perkebunan memberikan sumbangan sebesar 429 triliun rupiah terhadap PDB Nasional – jumlah yang lebih besar dibandingkan sektor minyak dan gas, yang nilainya hanya 365 triliun rupiah. Salah satu dari 15 komoditas hasil kebun yang menjadi peyumbang terbesar tersebut adalah kelapa sawit.

Nah, sebagai salah satu penyumbang PDB Nasional terbesar, mustinya sawit ini kita jaga, dan kalau bisa kita kembangkan lagi ya, agar bisa lebih maju dan memberi nilai tambah. Lalu sekarang apa yang menjadi ancaman terhadap sawit ini? Informasi lengkap mengenai hal ini saya dapatkan saat menghadiri acara diskusi APKASINDO (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia), di Hotel Akmani Jakarta, pada hari Jumat (26/1/18) kemarin. Hadir sebagai narasumber Bapak Asmar Arsjad, selaku Sekjen APKASINDO, Bapak Ir. Aziz Hidayat, Kepala Sekretariat Komisi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), dan Bapak Mahendra Siregar, selaku Direktur Eksekutif Council of Palm Oil Producting Countries (CPOPC), serta moderator Bapak Dr. Ir. Didi Hajar Gunadi.
 
Diskusi yang diselenggarakan oleh APKASINDO
(Ki-ka) Bpk Asmar, Aziz, Mahendra, dan Didi
Acara diawali dengan mendengarkan kata sambutan dari Ketua Umum DPP APKASINDO, Bapak Anizar Simanjuntak. Sebagai informasi, saat ini APKASINDO merupakan asosiasi terbesar di Indonesia, dengan jumlah anggota lebih dari 4 juta orang. Nah, bicara mengenai kelapa sawit, bisa dikatakan bahwa Indonesia merupakan penghasil kelapa sawit terbesar di dunia. Semakin tinggi pohon, maka akan semakin kencang pula angin yang menerpanya. Sepertinya pepatah ini pula lah yang telah menerjang perkelapa sawitan kita. Ada isu yang berhembus, bahwa ada negara lain yang kurang berkenan dengan kemajuan kelapa sawit Indonesia, dan menyebarkan isu negatif untuk menjatuhkannya. Duh :(

Bapak Anizar
“Untuk itulah diskusi ini kita selenggarakan, dengan mengundang narasumber yang kompeten, yang nantinya mungkin bisa memberikan solusi dan pendapatnya untuk kelapa sawit kita, serta isu yang saat ini sedang menerpa, sehingga persaingan bisnis kita di luar bisa diatasi,” ungkap Bapak Anizar.

Sedangkan Bapak Didi yang menjadi moderator pada acara ini, mengatakan bahwa kelapa sawit bukanlah sekedar komoditi biasa. Menurut beliau ada 3 hal yang sangat pokok, yang terkandung dalam kelapa sawit, yaitu kelapa sawit terkait dengan pengentasan kemiskinan, kelapa sawit terkait dengan pembangunan masyarakat, dan kelapa sawit yang terkait dengan upaya-upaya global dalam usaha mencapai tujuan sustainable development.

Ketiga hal pokok ini memang tidak bisa ditentang oleh negara-negara yang ‘kurang senang' dengan kemajuan kelapa sawit Indonesia. Hal yang tentu saja tidak jadi masalah bagi mereka. Yang jadi masalah justru adalah di dalam forum-forum terpisah, mereka selalu mengkaitkannya dengan berbagai macam masalah dan isu sustainability, misalnya mempekerjakan anak di bawah umur, masalah gender, masalah lingkungan, dan lain sebagainya.

Bapak Asmar Arsjad dalam paparannya yang berjudul “Sawit adalah Rakyat”, menjelaskan bahwa lebih dari 40 juta rakyat Indonesia memiliki pendapatan yang berasal dari sawit, dan jumlah itu di luar jumlah petani kelapa sawit. Yang bergantung pada sawit, mulai dari petani itu sendiri, pedagang, tenaga pabrikan, dan semua orang yang terlibat dengan kelapa sawit. Karena itulah mengapa disebut sawit adalah rakyat.

Bpk Asmar
“Ada isu bahwa Uni Eropa akan melarang masuknya bahan biodiesel ke negaranya, padahal seperti yang diketahui kita merupakan eksportir terbesar produk ini di sana. Mereka melarang masuk bahan biodiesel, tapi mereka butuh kelapa sawitnya. Jadi kita tidak bisa bicara dengan mereka secara vokal. Musti ada aksi. Kita ingin mendorong pemerintah untuk melakukan aksi,” ungkap Bapak Asmar.

Dengan begitu APKASINDO merumuskan bahwa situasi yang terjadi saat ini merupakan ancaman bagi industri sawit Indonesia. Untuk itu APKASINDO mencoba mendorong pemerintah, untuk melakukan langkah-langkah nyata, bukan lewat omongan semata, namun yang butuh satu strategis khusus, sehingga bisa dilaksanakan. Misalnya dengan tidak mengekspor CPO dan produk-produk turunannya ke Eropa, atau bisa juga dengan cara ikut melarang produk-produk Eropa untuk masuk ke Indonesia.

Selanjutnya Bapak Aziz Hidayat menjelaskan informasi yang benar, terkait kredibilitas ISPO. Menurut beliau masih banyak masyarakat yang belum sepenuhnya memahami tentang ISPO. Beberapa kementerian pun dirasa masih belum cukup komitmennya untuk mendukung ISPO. Padahal komitmen untuk ISPO ini adalah dalam rangka meningkatkan kredibilitas ISPO. Dengan kredibilitas maka dapat mempengaruhi diterimanya ISPO di dunia internasional.

ISPO terlahir dari amanat undang-undang perkebunan. Dari situ sudah jelas dasar berdirinya ISPO. Indonesia merupakan negara pertama di dunia yang menerapkannya sertifikasi Sustainable Palm Oil. Kemudian Bapak Aziz mengatakan bahwa saat ini dari semua komoditi perkebunan yang ada, sawit merupakan satu-satunya komoditi nomor satu di dunia. Komoditi perkebunan yang dulunya unggul, seperti kopi, kakao, dan tebu sudah mulai mengalami penurunan. Makanya, kita tentu tidak ingin sawit mengalami hal yang serupa dengan komoditi lainnya. Sawit musti dipertahankan, karena sawit adalah rakyat!
   
Bpk Aziz
“Sawit merupakan tanaman anugerah dari Tuhan bagi bangsa Indonesia, untuk bangsa di dunia. Dari pohon sawit tidak ada satupun yang terbuang. Semua bagiannya bernilai ekonomis,” tutur Bapak Aziz.

Sawit pun tidak luput dari berbagai black campaign. Salah satu upaya untuk mengatasi hal ini adalah dengan ISPO. Salah satu tujuan utama ISPO adalah kepatuhan, agar seluruh pelaku usaha perkebunan patuh terhadap peraturan perundangan. Terdapat sekitar 16 undang-undang yang harus dipatuhi oleh para pelaku usaha perkebunan. Tujuan lain dari penerapan ISPO adalah untuk meningkatkan kesadaran pengusaha kelapa sawit untuk memperbaiki lingkungan, melaksanakan pembangunan perkebunan sustainability palm oil, serta untuk meningkatkan daya saing palm oil Indonesia di pasar internasional.

Kemudian, paparan dilanjutkan oleh Bapak Mahendra Siregar, yang menjelaskan mengenai Diplomasi Sawit Indonesia. Bapak Mahendra secara khusus membahas mengenai persoalan yang terjadi saat ini dengan Uni Eropa. Kata kunci dari persoalan ini adalah diskriminasi. Seperti yang kerap kita dengar, pada saat pembahasan mengenai diskriminasi, ada yang membatasi terminologi diskriminasi itu, semata-mata dalam definisi yang terkait dengan prinsip-prinsip yang ada di dalam WTO, yang intinya tidak melakukan pembatasan ataupun pengenaan tarif impor, dan langkah-langkah kebijakan perdagangan yang diskriminatif. Inilah yang disebut dengan prinsip anti diskriminasi dari WTO.

Bpk Mahendra
Nah, menurut Bapak Mahendra, diskriminasi yang akan dibahas pada konteks ini adalah diskriminasi yang lebih luas dari cakupan tersebut. Ada beberapa bentuk diskriminasi, yaitu diskriminasi seperti penjelasan di atas, yang kaitannya dengan WTO. “WTO sendiri menetapkan tuduhan anti dumping dari Uni Eropa, terhadap biodiesel ekspor sawit dari kita itu tidak beralasan, dan meminta pihak Uni Eropa untuk membatalkan tuduhannya. Bahkan pengadilan di Uni Eropa sendiri juga membatalkannya karena memang tuduhan itu tidak terbukti,” papar Bapak Mahendra.

Bentuk diskriminasi lainnya adalah seperti yang pernah dilakukan oleh institusi parlemen Eropa, bahwa mereka mengeluarkan resolusi tahun lalu, dalam konteks sawit dan deforestasi, dan dikaitkan dengan konteks WTO nya. Uni Eropa mengatakan bahwa hal itu tidak mengikat dan tidak punya efektivitas legislasi, dsb. Walaupun itu benar, namun seluruh pemberitaannya merupakan bentuk diskriminasi terhadap sawit. Lalu bentuk diskriminasi lain adalah yang dilakukan oleh berbagai studi, yang melihat bagaimana keberlanjutan sawit. Jika bicara mengenai keberlanjutan, mustinya berlaku untuk semua komoditi, bukan hanya sawit saja.

Bentuk diskriminasi lainnya, yang dilakukan oleh berbagai pihak, baik dari media maupun LSM, dll. Belum lagi diskriminasi yang dilakukan oleh beberapa perusahaan, yang melabeli produknya dengan tulisan ‘palm oil free’, atau ‘no palm oil content’, yang merupakan bentuk diskriminasi dalam artian yang lebih luas lagi. Nah, untuk masuk ke dalam sertifikasi pembuktiannya itu, diperlukan cara bagaimana kita bisa memperkuat dan terus memperbaiki kredibilitas dari ISPO. Kesemuanya itu, baik penguatan, perbaikan, dan peningkatan kredibilitas ISPO tidak bisa berjalan sendiri. Yang pentingnya lagi adalah dengan meningkatkan produktivitas petani kecil dalam program replanting.

Apa yang disampaikan Bapak Mahendra tersebut memang betul, bahwa dari semua kejadian yang telah lama berlangsung itu adalah sebuah diskriminasi. Saat ini cakupan diskriminasi menjadi lebih luas lagi. Namun terkait persoalan sawit ini, presiden Jokowi pernah mengeluarkan pernyataan bahwa jika ada negara yang mengecam sawit, maka itu sama saja mereka mengecam negara yang memproduksi sawit, dan itu artinya mengecam Indonesia, dan tentu saja hal ini tidak dapat diterima. Perkataan presiden ini sama saja artinya bahwa presiden telah pasang badan untuk melindungi sawit kita. Tinggal bagaimana kita memperkuat lagi, memperbaiki, dan meningkatkan kredibilitas ISPO kita. Bagaimanapun juga sawit adalah Indonesia! 

Foto bersama


Foto-foto : Pribadi

  • Share:

You Might Also Like

0 comments